JAKARTA—Ketua Setara Institute Hendardi menyinggung latar belakang terkait masalah pelanggaran KBB (Kebebasan Beragama Berkeyakinan), ia menilai isu ini muncul karena sejak awal belum memperoleh jaminan dari negara.
“Dan praktiknya diskriminasi dan kekerasan sampai saat ini masih terus berlangsung padahal secara normatif peraturan dan UU sudah memadai. Sejak tahun 2016 kita memberikan perhatian khusus kepada minoritas keagamaan,” katanya saat ditemui Islampos.com di kantor SETARA Institute, jalan Hang Lekiur II No.41 Kebayoran Baru Jakarta Selatan Senin (15/1/2017).
Hendardi mengungkapkan, dasar faktornya salah satunya karena secara konseptual demokrasi adalah tata kelola sistem yang dijalankan pemerintah memberikan hak-hak kepada minoritas.
“Secara filosofis kita merdeka untuk satu yaitu Indonesia, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika Dalam tataran legal turunanya yaitu UU Nomor 25 yang menjamin hak-hak minoritas,” ungkapnya.
Menurutnya, secara statistik sejak 2007 sampai dengan 2016 minoritas adalah korban terbesar pelanggaran KBB. Persoalan utama, kata dia dari sejak awal belum adanya kesadaran dari pemerintah bahwa isu KBB ini serius dan kesadaran baru muncul satu tahun belakangan ini.
“Sejak awal Setara Institute sudah memprediksi bahwa isu ini akan besar dan menjadi disharmoni bangsa ini. Secara substansial memang pemerintah telah berupaya menjawab ke depan, artinya ada kemajuan-kemajuan dari tingkat negara bahkan dari kepemimpinan Presiden itu sendiri,” pungkasnya.
Di sisi lain, Hendardi mengapresiasi pihak kepolisian yang tahun-tahun sebelumnya, jumlah pelanggaran terhadap hal ini tinggi, namun kata dia pada tahun ini sudah berkurang. Bahkan gagasan Satgas Anti SARA adalah bentuk langkah kongkret Polri untuk Pilkada agar politik SARA tidak meluas. []
Reporter: Rhio