AYAH… sudahkah mencoba ngobrol dengan anak-anak?
Alhamdulillah jika sudah dan teruskan hal itu sesering mungkin sambil kita belajar terus tentang seperti apa dialog produktif yang disampaikan oleh Al-Qur’an.
Dalam tulisan ilmiah di Ummul Quro menyebutkan ada 17 tema dialog antara orangtua dengan anaknya dalam al-Qur’an.
Perhatikanlah angka 17. Bukankah itu adalah bilangan rakaat shalat kita yang wajib sehari semalam? Benar!
Kini, mari kita gali hikmah di balik kesamaan angka tersebut sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur’an yang penuh mukjizat dan tidak ada yang kebetulan.
Menarik sekali penelitian yang disampaikan oleh pakar mukjizat angka dalam al-Qur’an dari Suriah, Ir. Abd Daeem al-Kaheel. Dalam webnya, kaheel7.com, dia mengungkapkan beberapa hal tentang angka 17 dalam al-Qur’an.
Untuk para ayah, mohon ambil mushaf Al-Qur’annya. Bukalah dialog ayah terlengkap dan terpanjang dalam al-Qur’an, yaitu dialog Luqman dengan anaknya yang dicantumkan dari ayat 13-19 dalam Surat Luqman (31). Kita akan menjumpai salah satu mukjizat angka dalam al-Qur’an.
Bicara tentang angka 17, bukalah ayat yang ke-17. Yang artinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”
Nasihat Luqman tentang shalat adanya dalam ayat ke-17 ini. Shalat kita yang wajib sehari semalam berjumlah 17 rakaat sama dengan angka ayat ini. Jika kata dalam ayat ini dihitung pun berjumlah 17. Lebih dahsyat lagi, surat Luqman ini adalah surat ke-17 yang dimulai dengan huruf muqotho’ah (seperti: alif lam mim, alif lam ro’, thoha, dan sebagainya). Subhanallah…
Sebelum kita ambil pelajaran, mari kita lihat fakta ayat yang lain. Surat Al-baqarah ; 17, yang artinya : “Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.”
Ayat ini, jika dihitung jumlah katanya juga ada 17 kata. Dan ayat ini membicarakan tentang keadaan orang-orang munafik yang hilang cahaya hidupnya, selalu gelap dalam kejahiliyahan serta tidak dapat melihat petunjuk.
Shalat berhubungan erat dengan pembahasan tentang kemunafikan. Karena salah satu ciri orang munafik adalah malas saat berdiri shalat.
Demikian juga dengan shalat Asar, Isya’ dan Shubuh yang menjadi bukti seseorang munafik atau bukan. Setelah sifat munafik itu melekat, hidup pun menjadi pekat.
Ayah, dialog dengan anak adalah sebuah keharusan. Jika tidak mau, gelap lah rumah kita. Gulita jalannya generasi ini ke depan. Mereka perlu lentera nasehat para ayah…
Kemudian, kita bahas sekarang pesan shalat untuk dialog. Semua pembahasan di atas menunjukkan bahwa tugas dialog orangtua dengan anaknya, tugas sangat agung dan mulia. Seagung dan semulia shalat. Karena keduanya adalah dialog. Shalat adalah bentuk dialog kita dengan Allah. Sebagaimana yang disampaikan Nabi dalam hadits yang shahih tentang Surat al-Fatihah yang kita baca, sesungguhnya adalah dialog kita dengan Allah. Nah, dialog orangtua dengan anaknya adalah dialog terbaik yang ada di sesama manusia.
Jika shalat adalah batas terakhir antara muslim dan kafir serta musyrik, maka begitulah pentingnya dialog sebagai batas paling minimal untuk sebuah generasi baik atau tidak. Jika orangtua meninggalkannya, maka bagaimana berharap lahir generasi baik dan hebat.
Rasul meminta para orangtua untuk menyuruh anaknya shalat sejak sebelum baligh; yaitu usia 7 tahun. Setelah pendidikan shalat itu berjalan 3 tahun, maka diadakan evaluasi besar. Pada usia 10 tahun, Nabi memerintahkan untuk orangtua memukul dengan pukulan pendidikan jika belum juga baik shalatnya. Ini semua untuk menghadapi usia baligh, saat seseorang sudah bertanggung jawab langsung secara pribadi di hadapan Allah ta’ala. Usia baligh di masa Nabi adalah 15 tahun bagi laki-laki.
Maka, begitulah dialog kita dengan generasi penerus ini. Teruslah melakukan dialog itu. Bersabarlah dalam melakukan amal mulia tesebut. Seperti kesabaran menyuruh shalat selama 8 tahun (usia 7-15 tahun). Itu artinya, jika setiap kali shalat harus mengingatkan keluarganya untuk shalat maka perlu: 8 tahun x 365 hari x 5 waktu shalat = 14.600 perintah dan peringatan.
Dialog pun perlu kesabaran yang luar biasa. Dari mulai awal, hingga dialog itu menjadi bekal hidup anak-anak kita saat mereka memasuki usia baligh.
Dalam shalat, diminta agar khusyu’. Sebuah rasa dan perenungan dari setiap kata yang diucapkan dalam shalat. Dengan demikian, khusyu’ memerlukan ilmu awal yaitu memahami setiap yang kita baca dalam shalat.
Nah ayah, begitu juga dengan dialog. Perlu kekhusyu’an alias keseriusan dengan melibatkan hati dan rasa kita. Bukan sebuah formalitas kering. Kirimkan kata hati ayah pada setiap kata yang diucapkan. Kata hati itulah yang akan menghunjam ke dalam hati anak-anak. Di sinilah pentingnya ilmu pada hal yang ayah dialogkan agar hasilnya maksimal.
Bagi anak yang telah memasuki usia 10 tahun dan belum baik shalatnya, diperintahkan oleh Nabi agar orangtua memukul dengan pukulan pendidikan. Bagi orang yang telah baligh dan meninggalkan shalat dengan sengaja, maka dalam hukum Islam negara harus menangkap orang tersebut dan menjebloskannya dalam penjara selama 3 hari untuk diberi kesempatan bertaubat. Jika tetap tidak mau melaksanakan shalat, maka dihukum mati!
Nah loh, gimana nih para ayah. Bagaimana kalau dialog mengambil pelajaran shalat. Bagi para ayah yang sengaja meninggalkan dialog dengan generasinya, memang tidak akan dipenjara apalagi dibunuh. Tetapi, pasti ayah akan mendapatkan hukuman berat dengan kegagalan generasi. Saat usia ayah telah senja, tanaman yang ayah tanam ternyata penuh ulat. Tak tumbuh dengan baik. Apalagi berbuah. Padahal tulang telah rapuh, rambut pun telah putih. Sesal selalu datang terlambat. Tiada arti sebuah penyesalan yang tiada pernah kembali.
Ayah, sebelum mendapatkan hukuman, sebelum menyesal nanti, lakukanlah dialog secara terus menerus dengan sang buah hati. []