Oleh: Siti Masruroh
Mahasiswa STEI SEBI
SETIAP daerah memiliki ciri khas dan adat budayanya masing-masing. Dari yang mulai mitos warisan nenek moyang hingga adat budaya ala-ala anak jaman now. Seiring berkembangnya zaman, banyak sekali budaya-budaya yang hapir terlupakan. Pesona berbagai budaya terkalahkan dengan kecanggihan alat-alat elektronik yang lebih canggih dan memukau. Banyak kegiatan atau acara budaya yang hampir tidak ada lagi.
Tak heran ketika anak-anak zaman sekarang mereka tidak mengetahui kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan orang-orang terdahulu. Ada sebuah cerita menarik yang terjadi di salah satu perayaan tahunan yang ada di daerah saya.
Suatu ketika ada acara pesta laut yang biasa dilakukan setiap tahun oleh warga pesisir pantai. Berbagai persiapan sudah dilakukan oleh para warga yang ada. Tak terkecuali para pedagang yang menjadikan momen ini sebagai ajang penglaris jualannya. Acara ini hanya terjadi satu kali dalam satu tahun, serta berlangsung selama dua minggu.
Tak terkecuali Parto dan Slamet, warga dusun sebelah. Mereka dua sahabat penjual serabi yang biasanya mangkal dipinggiran jalan menuju pantai. Ada persiapan tersendiri untuk berjualan kali ini, mereka menyiapkan serabi dengan jumlah yang lebih banyak.
Pagi-pagi sekali, setelah sholat subuh, dua sahabat ini segera berangkat menuju pantai. Untuk sampai di pantai Parto dan Slamet harus naik mobil bak terbuka bersama dengan para pedagang lainnya. Serabi yang mereka buat semalama suntuk, mereka taruh dalam wadah yang dipikul dipundak mereka. Waktu telah berjalan, acara puncak pesta pantai biasanya di mulai sejak pagi-pagi buta. Diawali dengan lomba balap perahu.
Para pedagang yang lainnya sudah berkumpul di mobil bak terbuka, Parto dan Slamet pun sambil berlari-lari kecil agar lebih cepat sampai. Namun na’as kurangnya kehati-hatian Slamet tepat pada belokan diatas selokan, kaki Slamet tersandung batu. Ia terjatuh dan pikulan serabinya patah.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Serabi yang sudah di buat semalam suntuk akhirnya jatuh semua kedalam selokan dan tidak mungkin untuk di jual kembali. Akhirnya Slamet pun pulang tidak melanjutkan perjalanannya dan dia mempersilahkan Parto untuk bergegas ke mobil bak terbuka tersebut.
Slamet pun pulang dengan kesedihan yang mendalam. Slamet sampai di rumah sekitar pukul enam lewat sepuluh menit. Tak lama ia sampai dirumah tiba-tiba istrinya datang dan memberi kabar berita yang membuat Slamet kaget dan serasa tidak percaya.
“Pak, pak, Parto kecelakaan. Mobil pengangkutnya kecelakaan.”
“Innalillahi wa inna ilahi rajiun..”
Ya kurang lebih begitulah percakapan antara Slamet dan istrinya. Slamet melirik jam tangannya. Jam tujuh kurang dua puluh menit. Hanya dalam tempo tiga puluh menit dari waktu sesampainya Slamet di rumah, Allah telah membolak-balikan takdir yang ada.
Slamet pun yang awalnya mengira ketika pikulan serabinya patah, ia sangka itu musibah yang menghanguskan rezeki yang sudah ia persiapkan semalaman. Namun setelah mengetahui akan terjadinya kejadian ini ia mulai sadar bahwa pikulan serabi yang patah itu adalah cara Allah SWT menyelamatkan dirinya dari musibah yang ada. Wallahu a’lam. []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri.