NGIDAM merupakan istilah yang disematkan pada keinginan-keinginan aneh dari seorang wanita yang sedang hamil. Konon, keinginan tersebut harus dikabulkan, jika tidak bayi yang akan dilahirkannya nanti bisa ‘ngiler’.
Wanita yang hamil muda biasanya mual-mual sampai muntah, sangat peka terhadap bau-bauan yang tajam, suka yang asam-asam, kondisi badan yang lemah dan mudah lelah. Bahkan, seringkali menginginkan sesuatu yang tidak masuk akal.
Mayoritas wanita hamil, terutama di awal masa kehamilan, memang sering mengalami ‘fenomena’ ngidam. Semua itu terjadi begitu saja, tanpa alasan yang jelas. Namun, tak sedikit yang ‘mengkambinghitamkan’ calon bayi dengan dalih bahwa semua permintaan aneh itu adalah keinginan si bayi dalam kandungan.
Bagaimana seorang muslimah harus menyikapi ‘virus’ ngidam yang aneh-aneh itu?
Ngidam, selama masih beradadalam batas kewajaran dan normal, tentu masih dapat dimaklumi dan tidak ada larangan dalam Islam. Seperti misalnya ibu hamil senang makan mangga muda, atau ingin makan yang segar-segar lainnya, itu boleh saja. Tapi jika sudah di luar batas kewajaran, bahkan melanggar syariat, maka ini hukumnya haram. Misalnya, ibu hamil ingin makan mangga curian, atau ibu hamil tidak mau berdekatan (bahkan bersikap seolah-olah alergi) dengan suaminya dengan alasan ini keinginan si bayi, atau menginginkan sesuatu yang mana itu mustahil atau memberatkan untuk dilakukan.
Sebagai seorang muslimah, seorang ibu hamil seharusnya tahu batasan-batasan yang boleh dan mana yang tidak boleh. Jika apa yang diidamkannya adalah suatu hal yang menyalahi syariat, sudah tentu ia harus sadar bahwa itu adalah nafsu yang datangnya dari syaitan.
Banyak ibu yang mengalami kehamilan yang merasa tidak sabar dalam menghadapi masa-masa sulitnya. Bahkan diantaranya tidak ingin hamil lagi. Padahal, hamil, melahirkan, dan memiliki anak adalah ujian yang memiliki pahala yang besar bagi mereka yang bersabar menghadapinya.
Ketika seorang wanita diuji dengan kehamilan dan anaknya, maka sesungguhnya ia tidak memiliki pilihan kecuali satu, yakni bersabar. Ketika ia bersabar dan ikhlas, maka pahala dari Allah akan terlimpahkan baginya. Tapi ketika ia tidak mau bersabar dan tidak mau menerima apa yang Allah takdirkan baginya, ia hanya akan mendapatkan rasa lelah dan sempitnya hati.
Jadi, meski dalam kondisi hamil yang berat dan lemah, seorang muslimah harus tetap kuat mempertahankan prinsip keislamannya. Tetap menegakkan syariat, dan mampu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan yang menyalahinya. []
SUMBER: FIQIH WANITA