KITA tahu bahwa dalam Islam tidak mengenal kata “pacaran”. Lalu, darimana kata itu berasal? Tentunya bukan dari ajaran Islam, melainkan dari seseorang yang menganut agama selain Islam. Dan kata itu kini diadopsi oleh kebanyakan orang, khususnya orang Islam itu sendiri. Juga dijadikan sebagai ajang pendekatan antara lelaki dan wanita dalam satu perasaan yang sama, yakni perasaan “cinta”.
Tahukah Anda, dalam mengutarakan perasaan cinta, Allah SWT telah membungkusnya dengan sangat rapi dalam ikatan pernikahan. Ya, dikala pernikahan sudah terjadi, dua insan yang saling mencinta akan lebih leluasa dalam mengekspresikan perasaan cintanya. Bahkan, segala bentuk pengutaraan cinta itu bisa bernilai ibadah bagi orang yang melakukannya setelah menikah.
Perlakuan yang salah di lingkungan masyarakat kita, ekpresi perasaan cinta itu diutarakan dalam ikatan pacaran. Padahal, kita tahu bahwa hal itu tidak diajarkan dalam Islam. Bahkan, tahukah Anda ungkapan cinta ketika pacaran itu biasanya lebih banyak dipenuhi oleh hawa nafsu? Sehingga, tak sedikit kita temukan orang-orang yang menyesal setelah pacaran akibat luka mendalam.
Nah, indahnya Islam membuat indah pacaran setelah menikah. Ya, coba deh Anda perhatikan orang yang sudah menikah dan orang yang hanya sekedar pacaran. Dua sejoli yang saling mencinta, mereka melakukan pacaran setelah menikah terlihat indahnya. Tak ada batasan jarak atau pun waktu bagi mereka dalam mengekspresikan perasaannya.
Sedangkan orang pacaran sebelum menikah, apakah merasakan keindahan itu? Mungkin bagi sebagian orang berkata ya, indah. Tapi, Anda pasti tahu bahwa indahnya tidak permanen, alias hanya sementara saja. Sebab, mereka terpisah oleh jarak dan waktu. Mereka tak bisa setiap saat bertemu. Ketika bermesraan pasti menjadi cercaan. Sungguh, batin mereka pasti merasa tertekan.
Jadi, masihkah kita mau pacaran sebelum menikah? Apakah kita tidak tergiur dengan indahnya pacaran setelah menikah? []