MAHAR adalah tanda kesungguhan seorang laki-laki untuk menikahi seorang wanita. Namun, di masyarakat adakalanya mahar yang diperuntukan bagi mempelai wanita, dikemudian hari justru diambil oleh orang tua atau malah digunakan oleh suaminya. Bagaiaman jika terjadi demikian?
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
“Berikanlah mahar (maskawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (Qs. An-Nisa’ : 4)
Ayat ini dijadikan dalil oleh para ulama bahwa mahar dalam pernikahan sepenuhnya menjadi hak mempelai wanita. Siapa pun orangnya, termasuk orang tua pengantin wanita, tidak memiliki hak sedikit pun untuk mengambil mahar anaknya.
Ibn Hazm mengatakan, “Tidak halal bagi ayah seorang gadis, baik masih kecil maupun sudah besar, juga ayah seorang janda dan anggota keluarga lainnya, menggunakan sedikit pun dari mahar putri atau keluarganya. Dan tidak sorang pun yang kami sebutkan di atas, berhak untuk memberikan sebagian mahar itu, tidak kepada suami baik yang telah menceraikan ataupun belum (menceraikan), tidak pula kepada yang lainnya. Siapa yang melakukan demikian, maka itu adalah perbuatan yang salah dan tertolak selamanya.” (al-Muhalla, 9/115).
Namun jika mempelai wanita mengizinkan kepada suaminya atau orang tuanya dengan penuh kerelaan hatinya maka dibolehkan bagi suami atau orang tua untuk mengambilnya. (Simak Tafsir Ibn Katsir, 2/150).
Jadi boleh tidaknya mahar itu digunakan oleh orang lain, itu semua bergantung pada kerelaan sang mempelai wanita yang memang paling berhak terhadap harta/mahar tersebut. []
SUMBER: KONSULTASI SYARIAH | MUSLIMAH