Poligami
SEORANG akhwat yang dipoligami jadi istri ke dua, pernah bikin status agar para wanita menerima syariat poligami dan ikhlas mempraktekannya. Dia terlihat semangat dan gencar menyuruh wanita lain agar mau dipoligami.
Saya tersenyum. Tidak ada masalah.
Kenapa?
Karena memang dia bahagia dengan pernikahan poligaminya. Meski jadi yang ke dua, tapi posisinya sama dengan istri pertama. Tidak dibedakan dalam hal apa pun. Bahkan tinggalnya satu rumah dengan istri pertama suaminya. Istri pertama juga sangat baik, menyayanginya layaknya adik sendiri. Sering bercanda. Gantian mengasuh anak. Mereka sangat bahagia.
Ada juga akhwat yang tidak dipoligami, tapi sangat takut dan resah hingga menulis status kemarahannya kepada suami yang memperlihatkan para istrinya. Padahal mereka yang melakukannya tidak ada masalah.
Wajar juga jika dilihat dari sudut pandang perasaan seorang wanita yang halus dan pencemburu. Meski sebenarnya ga perlu juga untuk marah. Toh kejadiannya tidak menimpanya.
Ada akhwat yang dipoligami tapi akhirnya gagal dan kembali sendiri. Kemudian menulis status agar selalu berhati-hati jika didatangi ikhwan yang hendak poligami. Jangan asal diterima. Harus jelas segala kesiapannya, sehingga tidak ada masalah di kemudian hari.
Wajar juga…
Karena poligaminya ternyata bermasalah. Hingga meninggalkan rasa sakit di hatinya.
Poligami ga semudah yang dibayangkan, ada syarat dan ketentuannya. Ga bisa asal mengamalkan sunnah. Karena poligami seharusnya menyelesaikan masalah, bukan menambah masalah.
Ya, ya, ya…
Segalanya bisa kita pandang wajar.
Dan yang lebih penting adalah, melihat status kita sebagai manusia yang akan diminta pertanggungjawaban kelak, maka fokus kita adalah berilmu dan beramal.
Warna warni hidup.
Semoga Alloh selalu memberikan hidayah dan taufik pada kita. []