JAKARTA—Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Saadi menyatakan kesiapan MUI untuk bekerja sama dengan Bawaslu demi mewujudkan pemilu yang berkualitas, aman, damai, bersih, jujur, dan bermartabat. Sebagai wakil MUI, Zainut menyambut baik sikap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang meminta masukan dari MUI terkait dengan penyusunan materi khotbah untuk para khatib, dai dan penyiar agama.
“Kami terlebih dahulu meminta penjelasan dari Bawaslu terkait dengan rencana itu. Apakah yang dimaksud itu menyusun materi khotbah atau membuat pedoman khotbah?” kata Zainut, Ahad (11/2/2018).
MUI akan mendukung Bawaslu jika yang dimaksud adalah menyusun materi khotbah untuk menyosialisasikan pilkada agar terbebas dari politik uang (money politic) dan politisasi SARA karena substansinya sesuai dengan Rekomendasi Rakernas MUI ketiga di Bogor Jawa Barat beberapa pekan yang lalu yaitu pilkada harus dijauhkan dari isu SARA dan money politic.
Jika yang akan disusun adalah dua materi khotbah yaitu tentang politisasi SARA dan politik uang dalam pilkada yang diharapkan dapat dijadikan bahan referensi para khatib, dai dan para penyiar agama agar materi khotbah tersebut dapat disosialisasikan kepada umatnya, MUI menilai itu sebagai sesuatu  hal yang baik.
“Dua materi khotbah tersebut menurut saya sangat penting agar masyarakat terhindar dari praktik politik yang tidak terpuji yaitu politisasi SARA dan politik uang,” kata Zainut.
Tetapi, jika yang dimaksud Bawaslu adalah menyusun pedoman khotbah untuk para khatib, dai dan penyiar agama, MUI akan mempertanyakan kritis urgensi Bawaslu dalam mengatur hal tersebut.
“Saya kira terlalu jauh Bawaslu memasuki ranah tugas yang bukan wilayahnya. Jadi hal ini menurut saya harus diklarifikasi terlebih dahulu biar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat,” ujarnya.
Meskipun demikian, MUI meminta kepada Bawaslu agar membuat panduan tentang batasan-batasan pengertian dan ruang lingkup dari politisasi SARA dan politik uang dalam pilkada. Tujuannya, agar para khatib, dai dan penyiar agama mengetahui batasan dan rambu-rambunya. Jangan sampai ada perbedaan persepsi dalam memahami hal ini, sebab malah dikhawatirkan dapat menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat. []
SUMBER: REPUBLIKA