JIKA seseorang diminta untuk menyampaikan salam kepada seseorang, seperti berkata, “Sampaikan salamku kepada fulan.”
Apakah wajib baginya untuk menyampaikan salam tersebut?
Ada dua pendapat: ada yang mengatakan wajib, ia serupa dengan amanah dan menyampaikan amanah hukumnya wajib. Pendapat ini yang dipilih orang Nawawi rahimahullah. Ada juga yang mengatakan hukumnya sunnah, karena ia serupa dengan titipan dan titipan tidak wajib bagi seseorang untuk menanggungnya, kecuali jika ia siap untuk menerimanya. Ini pendapat Ibnu Hajar rahimahullah.
Pendapat yang kuat –wallahu a’lam- adalah pendapat kedua, karena menyampaikan salam pada asalnya pun adalah sunnah, kecuali jika seseorang meminta kepada orang yang disuruh untuk menyampaikan salam itu sebagai amanah, seperti berkata, “Amanah bersamamu, agar kamu menyampaikan salam kepada si fulan.” Atau ungkapan yang sepertinya, yang mengikatnya menjadi sebuah amanah, lalu orang yang disuruhnya itu menerimanya.
Sebagian ulama, diantaranya Ibnu Hajar rahimahumullah berkata, disunnahkan untuk menjawab salam kepada orang yang membawa titipan salam tersebut bersama dengan jawaban untuk penyampai salamnya, sehingga orang yang membawa titipan salam itu juga mendapatkan bagian dari salam. Maka yang lebih utama untuk orang yang disampaikan kepadanya titipan salam, ia berkata untuk pembawa titipan salam, “’Alaika wa ‘alaihissalaam wa rahmatullah wa barakatuh.”(Untukmu dan untuknya salam, rahmat dan keberkahan) Atau yang seperti itu.
Ibnu Hajar berdalil dengan dua dalil:
Pertama, hadis seseorang dari sahabat dalam riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan dinilai shahih oleh al Albani. Padanya disebutkan, seseorang menyampaikan titipan salam ayahnya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “’Alaika wa ‘alaa abiikas-salam” (Untuku dan untuk ayahmu salam). (HR Ahmad: 23104, Abu Dawud: 5231).
Kedua, hadis Anas radhiyallahu ‘anhu dalam riwayat Nasa`i, padanya disebutkan perkataan Khadijah tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan salam Jibril kepadanya. Khadijah berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “’Alaika wa ‘alaa Jibril salam” (Untukmu dan untuk Jibril salam). (HR An Nasa`i dalam Sunan Kubra: 8359).
Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam syarahnya untuk hadis Aisyah yang lalu, “Nawawi rahimahullah berkata: dalam hadis ini terdapat syariat menitip salam, dan wajib bagi orang yang dititipinya untuk menyampaikan salam tersebut karena ia merupakan amanah. Namun hal itu dikritisi, karena yang demikian lebih mirip dengan titipan (wadhi’ah). Akan tetapi berdasarkan analisa, jika yang dititipi menyatakan kesiapan untuk menyampaikannya, maka ini menjadi amanah, jika tidak maka itu sekedar titipan dan titipan jika tidak diterima tidak ada keharusan apa-apa.
Nawawi juga berkata: dalam hadis ini juga terdapat pelajaran bahwa jika seseorang datang membawa titipan salam atau tertulis dalam selembar kertas, maka wajib untuk menjawabnya dengan segera, serta disunnahkan untuk mengucapkan salam kepada orang yang dititipi salam tersebut. Sebagaimana terdapat dalam hadis Nasa’i dari seorang sahabat Bani Tamim, bahwa ia menyampaikan salam ayahnya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, “Untukmu dan untuk ayahmu salam” dan telah lalu juga dalam ‘Al Manaqib’ bahwa Khadijah, tatkala disampaikan kepadanya oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam salam Allah kepadanya dari Jibril, ia berkata, “Sesungguhnya Allah adalah As-Salam, dari-Nya salam dan atas Jibril salam.”
Aku tidak melihat dari jalur-jalur hadis Aisyah, bahwa ia menjawab salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia menunjukkan tidak wajib.” (Al Fath, hadis: 2653). []
Referensi: Hadiah Indah Penjelasan Tentang Sunnah-Sunnah Sehari-hari/Karya: Abdullah Hamud al Furaih/Penerbit: Darussalam