Oleh: Nikmah Aliyah
Pemerhati Sosial
PAHLAWAN Tanpa Tanda Jasa, adalah gelar mulia yang disematkan pada guru. Guru yang mendidik dan mengajar generasi bangsa. Guru pula yang mempersiapkan penerus kepemimpinan bangsa.Betapa penting dan strategisnya peran guru bagi suatu negara. Karenanya penghargaan terhadap guru sangatlah penting.
Namun, sungguh miris nasib guru di negeri ini, terutama guru honorer. Jumlah guru honorer di Indonesia terbilang sangat banyak. Dengan gaji yang sangat tidak sepadan dengan kinerjanya, bahkan terlambat atau malah tidak dibayar hingga berbulan-bulan.
Dari realitas ini, sangat mudah dipahami mengapa kualitas pendidikan di Indonesia masih di urutan yang memprihatinkan. Dari survey Programme For International Student Assessment (PISA) tahun 2015, Indonesia di peringkat 69 dari 76 negara. Terjadi kenaikan yang kurang signifikan dari tahun 2012, dimana Indonesia menempati peringkat ke 71 dari 72 negara. Demikian pula dari laporan UNESCO tahun 2014, Indeks Pembangunan Nasional atau The Education For Development Indeks (EDI), Indonesia pada peringkat 57 dari 115 negara. Bagaimana kita berharap akan tingginya kualitas pendidikan, jika para guru terutama guru honorer masih harus pontang-panting mencari pekerjaan tambahan untuk mempertahankan hidupnya.
Tarik-Ulur Nasib Guru Honorer
Upaya memperjuangkan nasib guru honorer yang jumlahnya hampir mencapai 1 juta orang (jawapos.com) telah berlangsung lama. Bahkan di tahun 2014, terdapat usulan revisi UU No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang terkandung di dalamnya tuntutan guru honorer untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Dan di tahun ini, berdasarkan rapat paripurna DPR RI, akhirnya revisi terkait tuntutan guru honorer untuk diangkat menjadi PNS disetujui. Lebih lanjut Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan rencana pemerintah mengangkat 250 ribu guru honorer menjadi PNS (republika.co.id). Kabar ini serasa angin segar, meski masih banyak guru honorer yang belum akan diangkat menjadi PNS.
Satu hal yang harus diingat, dalam Negara demokrasi, tarik-ulur kepentingan, pro dan kontra sebuah kebijakan adalah hal yang lazim. Walaupun revisi UU No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara telah disepakati, bahkan telah disampaikan ke publik oleh Wapres Jusuf Kalla, masih ada keraguan akan pelaksanaan rencana pemerintah ini. Keraguan ini terkait dengan konsekuensi pembayaran gaji guru honorer yang diangkat menjadi PNS. Jelas Pemerintah membutuhkan tambahan anggaran yang tidak sedikit. Di sisi lain KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menyampaikan ketidaksetujuannya jika pemerintah memberlakukan kebijakan
pengangkatan guru honorer tanpa pengujian kompetensi terlebih dahulu. Agus Rahardjo, ketua KPK, melontarkan pertanyaan pada masyarakat, layakkah guru yang kurang memiliki kompetensi mengajar anak Anda? (pnsdanguru.info). Padahal para guru honorer itu telah menjadi pendidik bagi anak bangsa selama belasan tahun. Dan bila mereka tidak lulus uji kompetensi, mereka tetap menjadi pendidik. Perlu diketahui bahwa perbandingan jumlah guru PNS dengan guru honorer mencapai 1 : 13 (Liputan6.com). Ini berarti tidak ada kaitan uji kompetensi dengan kualitas pendidik. Uji kompetensi ini lebih untuk memilih diantara guru honorer yang akan mendapatkan gaji PNS.
Kesungguhan pemerintah untuk menyejahterakan guru honorer masih harus dibuktikan. Bila rencana minimalis pemerintah ini masih terganjal oleh pro dan kontra, tarik-ulur kepentingan, maka sempurnalah kelalaian Negara dalam menghargai jasa guru.
Penghargaan Islam terhadap Guru
Guru memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan mulia di sisi Allah SWT. Karena guru dengan karunia ilmu yang Allah SWT berikan, menjadi perantara manusia yang lain untuk memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat.
Sejarah telah mencatat bahwa guru dalam naungan Khilafah mendapatkan penghargaan yang tinggi berupa pemberian gaji yang melampaui kebutuhannya. Imam Ad Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas).
Perhatian para kepala negara kaum muslimin (khalifah) bukan hanya tertuju pada gaji para pendidik, sarana dan prasarana untuk menunjang profesionalitas guru juga disediakan secara cuma-cuma. Jelas terbayang, guru akan fokus menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pencetak sumber daya manusia berkualitas yang dibutuhkan negara untuk membangun peradaban yang agung dan mulia. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.