Oleh: Dedi Juhari – Purwakarta
HAI anak jagoan,
Kini kau sudah menikah. Izinkan aku ucapkan beberapa hal agar kau tetap dekat dengan hatimu dalam pernikahanmu itu. Aku sendiri tidak tahu hal itu, karena kondisi kita berbeda; aku dibesarkan oleh orangtuaku, dan kau dibesarkan oleh aku dan ibumu.
Hai anak jagoan,
Kau boleh menaklukkan gunung manapun. Namun, hati istrimu adalah sesuatu yang sangat pribadi buatmu dan dirinya sendiri. Istrimu itu bisa merasakanmu. Bisa merasakan semua niat dan keinginanmu.
Anak lelakiku, istrimu itu memiliki kemampuan yang sangat istimewa untuk merasakan energi dan tekanan negatif. Dia tidak bisa membaca pikiranmu, tapi dia “merasakan cintamu”. Mereka itu sangat rumit. Kita, laki-laki, begitu sederhana, sangat langsung, apa yang kaulihat adalah apa yang kaudapatkan. Jadi, senantiasalah kau berprasangka baik pada istrimu, yang melihatmu tertidur dan kala bangun tidur. yang mengetahuimu 24 jam. Ia mengetahui aib-aibmu.
Kabar baiknya, adalah istrimu juga merasakan niat baik dengan cara yang persis sama. Niat baik berarti energi positif yang berarti segala sesuatu yang kaukatakan dan kau lakukan berasal dari tempat yang berbeda: cinta.
Hormati istrimu. Kau akan dihormati orang seantero dunia. Perlakuanmu buruk pada istrimu, maka taka da harganya kau sebagai seorang lelaki.
Hai anak jagoan,
Dia memilihmu karena suatu alasan. Dia tertarik padamu. Dia menganggapmu lucu. Dia menertawakan leluconmu. Dia mempercayai dan menghormatimu. Dia bangga padamu. Jangan mengacaukan hal itu. Dia mencintai dirimu sekarang.
Dalam beberapa tahun pertama pernikahan, banyak laki-laki yang melupakan siapa istri mereka dan mengapa si istrinya itu memilihnya. Mereka tumbuh dengan tidak sabar, kritis, dan menghakimi. Emosi negatif ini dimulai dengan cara yang sangat halus selama kejadian yang tampaknya tidak penting. Apa misalnya? Banyak lah. Nanti pun kau akan mengerti dengan sendirinya.
Jika kau tidak hati-hati, kejadian-kejadian tersebut akan membawamu pada kejadian lebih besar dan kau mungkin akan mendapati bahwa kepercayaan, rasa hormat, dan daya tariknya padamu perlahan hilang.
Jadilah pria yang dinikahinya. Jadilah pria yang dia butuhkan. Cintailah dia. Berikanlah cintamu padanya tanpa mengharapkan kembali. Hormatilah kata-katanya dan mimpinya, tanpa penghakiman.
Satulagi, bicaralah padanya. Terbukalah, dan jangan sembunyikan apapun darinya. Tapi jangan lupakan bahwa kau ada pemimpin dia. Bawalah sebuah pernikahan yang kokoh untuknya. Itu dimulai dari dirimu sendiri.
Dari ayahmu. []