MATA dunia kini tertuju pada sebuah kota di dekat Damaskus Suriah, yaitu Ghouta Timur. Sebuah ‘neraka’ terjadi akibat konflik berkepanjangan antara pemerintah Suriah dan pemberontak di sana.
Bagaimana kronologinya?
Pada bulan Maret ini (2018), konflik Suriah akan memasuki tahun ke 8. Sudah lebih dari 465.000 warga Suriah tewas dalam arena konflik, lebih dari satu juta orang terluka, dan lebih dari 12 juta (setengah populasi negara itu) telah mengungsi dan terusir dari rumah mereka.
Apa yang menyebabkan terjadinya konflik tersebut?
Sebagian karena kurangnya kebebasan dan kesengsaraan ekonomi memicu kebencian terhadap pemerintah Suriah, tindakan keras terhadap pemrotes memicu kemarahan publik. Arab Spring (2011), yang dianggap keberhasilan bagi pemberontakan juga memicu keinginan untuk menggulingkan presiden Tunisia dan Mesir. Ini memberi harapan kepada aktivis pro-demokrasi Suriah.
Pada bulan Maret itu, demonstrasi damai meletus di Suriah. beberapa demontran ditahan dan banyak yang lainnya. Dikatakan ada beberapa dari mereka yang terbunuh. Pemerintah melakukan tindakan represif terhadap demontran dan pemberontak dan memenjarakan lebih banyak lagi. Kemiskinan, urbanisasi karena pemanasan global, yng menyebabkan gagal panen, juga memperburuk kondisi sosial yang juga memicu kejengkelan terhadap pemerintah.
Pada bulan Juli 2011, beberapa pembelot dari militer mengumumkan pembentukan FSA (Free Syiria Army), sebuah kelompok pemberontak yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintah. Mulailah terjadi perang sipil di Suriah antara para pemberontak melawan pemerintah.
Kemudian konflik pun dipanasi oleh isu sektarin. Banyak jihadis berdatangan ke Suria dengan dukungan sipil, individu atau kelompok bahkan negara. Qatar, Turki dan Saudi dianggap ikut memobilisasi keadaan tersebut, walau tidak dalam bentuknya yang pasti.
Peta Perang SuriaKonflik itu tidak bisa dilokalisasi, setelah isu sektarian berlangsung, Saudi-Turki dan Qatar jelas-jelas membantu pemberontak, termasuk AS dengan alasan mengusir ISIS tetapi banyak mentarget kelompok pro-Assad.
Assad dibantu oleh Iran dan Hizbullah. Kemudian, dukungan asing dan intervensi terbuka turut memainkan peran besar dalam perang sipil Suriah.
Pada tahun 2013, CIA memulai sebuah program rahasia untuk mempersenjatai, mendanai, dan melatih kelompok pemberontak yang menentang al-Assad, namun program tersebut kemudian ditutup dengan alasan ada ketidakefisienan dan korupsi dalam operasinya.
Sejak tahun 2014 AS melakukan operasi bermata ganda terhadap ISIS. Disamping menarget ISIS di Suriah, AS banyak menyerang kelompok pro pemerintah. AS diduga memiliki kelompok yang menjadi pemberontak anti-Assad.
Tahun 2015 Rusia memasuki konflik ini dan telah menjadi sekutu utama Assad sejak saat itu.
Pada bulan September 2015, Rusia meluncurkan sebuah kampanye pengeboman terhadap apa yang disebutnya sebagai “kelompok teroris” di Suriah, termasuk kelompok pemberontak ISIL dan anti-Assad yang didukung oleh Amerika Serikat. Rusia juga telah menempatkan penasihat militer untuk menopang pertahanan Assad.
Tahun 2016, pasukan Turki meluncurkan beberapa operasi melawan ISIS di dekat perbatasannya, dan juga terhadap kelompok Kurdi yang dipersenjatai oleh Amerika Serikat. Alasan melawan ISIS selalu bermata ganda di Suria, sebab ISIS itu anti-Assad.
Pada bulan April 2017, AS melakukan tindakan militer langsung pertamanya melawan pasukan Assad, meluncurkan 59 rudal jelajah Tomahawk di sebuah pangkalan angkatan udara Suriah dimana pejabat AS percaya bahwa sebuah serangan kimia terhadap Khan Sheikhoun telah diluncurkan (Sebuah alasan yang sampai sekarang tidak terbukti sama sekali, seperti kasus bom kimia Iraq-Saddam).
Bahkan Israel juga ikut serta melakukan serangan udara di Suriah, dilaporkan menargetkan pejuang dan fasilitas Hizbullah dan pro-pemerintah.
Setelah Allepo menjadi salah satu korban, pertarungan di Suriah berlanjut di dua front utama yaitu Ghouta Timur dan Afrin.
Di Ghouta Timur, pasukan pemerintah Suriah yang didukung oleh pesawat tempur Rusia terus menyerang daerah kantong pemberontak Ghouta Timur, mengakibatkan ratusan warga sipil tewas. Ghouta Timur dikepung sejak 2013 dan merupakan kubu pemberontak terakhir yang tersisa di dekat ibu kota, Damaskus.
Sedangkan di Afrin, Turki dan Free Syria Army (FSA) dimulai pada bulan Januari 2018 melakukan operasi militer melawan YPG di Suriah barat laut, dekat Afrin. Juga di Suriah barat laut, pemberontak Hay’et Tahrir al-Sham mengaku bertanggung jawab untuk menembaki sebuah pesawat tempur Rusia dekat Idlib pada 3 Februari.
Hingga saat ini konflik Suriah yang berpusat di Ghouta Timur dan Afrin masih memanas. Ribuan warga sipil telah menjadi korbannya. Pertikaian anatara pemerintaha dan pemberontak ini telah menjelma menjadi pembantaian masal yang menyebabkan Ghouta dan Afrin bak neraka bagi warganya sendiri. []
SUMBER: FOKUS TODAY