NABI Muhammad SAW, dalam sebagian besar perjalanan hidupnya, bukan orang kaya. Beliau tidak tinggal di rumah besar. Beliau tidak memiliki lemari pakaian yang mengilap.
Bahkan, beberapa potongan bajunya dipakai di baju yang lain untuk menutupi sobek yang telah muncul.
Seorang wanita yang baik memutuskan untuk menjahitkan sebuah jubah baru yang indah untuk Nabi.
Beliau sangat senang dan berkata “Alhamdulillah.” Beliau langsung memakainya karena sangat membutuhkannya. Semua pakaian lainnya sudah cukup tua atau hampir aus.
Suatu hari, seorang Sahabat melihat Nabi (saw) mengenakan jubah baru yang indah itu. Sahabat tersebut berkomentar dengan gembira, “Subhanallah. Menakjubkan. Betapa jubah indah yang kaupunya, wahai Nabi. Seandainya kau memberikannya kepadaku.”
Nabi (s.a.w) tersenyum, melepaskan jubahnya dan memberikannya kepada sahabah tersebut sebagai hadiah. Beliau (s.a.w.) lalu pulang.
Kemudian, sahabat lain yang melihat atau mendengar tentang apa yang terjadi mulai mengejek sahabat tersebut. “Tidakkah kamu takut kepada Allah? Tidak bisakah kamu melihat bahwa Nabi (saw) sangat membutuhkan jubah baru itu? Mengapa kamu meminta jubahnya? Kau tahu Beliau sangat sangat murah hati. Beliau tidak akan menolak siapapun yang meminta apapun yang Beliau miliki. Beliau selalu senang membuat kita bahagia. ”
Begitulah karakter Nabi (s.a.w). Beliau adalah pria tanpa pamrih, baik hati, perhatian, baik, dermawan, bijaksana. Beliau selalu memikirkan orang lain. Jika seseorang sepertinya membutuhkan sesuatu yang lebih daripada beliau, beliau akan, dalam sekejap, memberikan barangnya pada orang itu. Bahkan jika Beliau baru saja mendapatkan barang itu sebagai hadiah.
“Demi Allah, aku tidak meminta jubah ini agar aku bisa memakainya. Aku meminta jubah ini karena aku ingin dibungkus di dalamnya,” kata sahabat tersebut.
Benar saja, sahabat tersebut meninggal tak lama setelah kejadian tersebut. Para sahabat memandikannya dan menguburnya, menyelimutinya dengan jubah yang dulu dimiliki oleh Nabi tercintanya. []
Sumber: jalansirah.com