JAKARTA – Asdep Bidang Pencegahan KDRT Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) Usman Basuni mengungkap, Indonesia menempati peringkat nomor empat negara dengan kasus KDRT tertinggi pada 2016.
Kata Usman, data SPHPN 2016 menyebutkan bahwa enam dari 10 perempuan mengalami KDRT.
“Sayangnya temuan itu tidak menyebutkan secara detail,” jelas Usman saat diskusi Kekerasan dalam rumah tangga dengan tema Implementasi Penyelenggaraan UU PKDRT, di Jakarta, Jumat (9/3/2018).
Namun, dari berbagai jenis KDRT, Usman  menyebutkan laporan yang banyak masuk ke pihaknya adalah KDRT psikis seperti mendapat kemarahan.
Seperti diketahui, KDRT dibagi menjadi empat yaitu fisik, psikis, seksual, dan penelantaran.
Usman juga menambahkan, pondasi rumah tangga yang tanpa cinta hingga kurangnya persiapan menikah menjadi penyebab KDRT. Selain itu, kata dia, pendidikan juga menjadi korelasi mengapa masih terjadi KDRT.
“Di Indonesia, rata-rata pendidikannya hanya sampai kelas dua sekolah menengah pertama (SMP), sedangkan Singapura di tingkat sekolah menengah atas (SMA). Jadi, lihat saja (kasus) KDRT di Singapura tak banyak,” katanya.
Ini ditambah dengan pernikahan silang suku, agama atau perbedaan status sosial kaya versus miskin, atau cantik dan ganteng menikah dengan orang buruk rupa. Yang juga menjadi penyebab lain terjadinya KDRT karena seringkali suami berjudi, minum alkohol, narkoba, hingga selingkuh.
Tak hanya itu, pasangan yang gagal merawat cinta juga bisa memicu KDRT. Kemudian meremehkan hal-hal seperti berterimakasih kepada pasangan atau memujinya juga akhirnya bisa menjadi KDRT.
“Selain itu, hilangnya dimensi ibadah,” katanya.
Untuk mencegah hal ini terus terjadi, ia meminta pasangan yang ingin menikah supaya menyiapkan diri. Karena meski hanya satu kata, menikah penuh dengan tanggung jawab. Sebelum menikah, pemikiran pemuda dan pemudi ini harus disiapkan.
Bahkan Usman mengusulkan diberi pemahaman mengenai apa itu KDRT.Menurutnya, Ilmu mengenai rumah tangga dan KDRT bisa diajarkan sejak anak di bangku sekolah. Sehingga, pola pikir mengenai KDRT bisa terbentuk sejak dini. Selain itu, Usman menekankan pentingnya mengenyam pendidikan tinggi, utamanya bagi perempuan. []
SUMBER: REPUBLIKA