Oleh: Kaysa Afivha Al-Qonitah
zhoendhaerryvha.30@gmail.com
“JIKA aku boleh memilih, aku ingin tercipta sebagai seorang bidadari saja, Kak,” ujar adikku suatu hari.
“Lho? Memangnya kenapa, Dik?” kagetku.
“Soalnya bidadari itu enak, Kak. Dia bisa langsung menikmati indahnya surga Allah tanpa harus menerima ujian dari Allah. Udah gitu gambaran keindahannya saja tidak pernah bisa terbayangkan.” Jawabnya. Matanya menerawang seolah tengah berkhayal tentang gambaran bidadari.
Aku tersenyum, “Kamu betul, Dik, kakak pernah menemukan sebuah hadits panjang yang menggambarkan keindahannya. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Ath-Thabrani Rahimahullah, dari Ummu Salamah Radiyallahu ‘Anha.”
“Iyakah? Ceritakan padaku, Kak!” serunya antusias.
“Oke, dengarkan yaa, begini bunyinya:
Al-Imam Ath-Thabrani meriwayatkan hadits dari Ummu Salamah. Ia berkata, ‘Ya Rasulullah, jelaskanlah padaku firman Allah tentang bidadari-bidadari bermata jeli…’
Rasulullah menjawab, ‘Bidadari yang kulitnya bersih, matanya jeli dan lebar, rambutnya berkilau bak sayap burung nasar.’
Aku (Ummu Salamah) berkata lagi. ‘Jelaskanlah padaku Ya Rasulullah, tentang firman-Nya: Laksana mutiara yang tersimpan baik (Qs. Al-Waqi’ah: 23).’
Beliau menjawab, ‘Kebeningannya seperti kebeningan mutiara di kedalaman lautan, tak pernah tersentuh tangan manusia…’ …” Aku berhenti sejenak sekedar untuk menghirup napas. Kulihat mata adikku semakin berbinar, bibirnya bergerak melafal tasbih.
Lalu kulanjutkan lagi, Aku bertanya,’Ya Rasulullah, jelaskanlah padaku tentang firman Allah: Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik (Qs. Ar-Rahman: 70).’
Beliau menjawab, ‘Akhlaknya baik dan wajahnya cantik jelita.’
“Aku bertanya lagi, ‘Jelaskanlah padaku firman Allah: Seakan-akan mereka adalah telur (burung unta) yang tersimpan baik (Qs. Ash-Shaffat: 49).’
Beliau menjawab, ‘Kelembutannya seperti kelembutan kulit yang ada di bagian dalam telur dan terlindung dari kulit bagian luarnya, atau yang biasa disebut putih telur.’
Aku bertanya lagi, ‘Ya Rasulullah, jelaskan padaku firman Allah (tentang wanita-wanita penghuni surga): Penuh cinta lagi sebaya umurnya (Qs. Al-Waqi’ah: 37).’
Beliau menjawab, ‘Mereka adalah wanita-wanita yang meninggal dunia dalam usia lanjut dalam keadaan rabun dan beruban. Itulah yang dijadikan Allah tatkala mereka sudah tua, lalu Allah menjadikan mereka sebagai wanita-wanita gadis, penuh cinta, bergairah, mengasihi, dan umurnya sebaya.’
Naah, ini, Dek, yang harus kita garis bawahi!: Aku (Ummu Salamah) bertanya, ‘Ya Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli?’
Beliau menjawab, ‘Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari seperti kelebihan apa yang nampak dari apa yang tidak terlihat.’
Aku bertanya, ‘Mengapa wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari?’
Beliau menjawab, ‘Karena sholat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutera, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuningan, sanggulnya mutiara, dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata,Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi, dan tidak beranjak sama sekali. Kami ridha dan tak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.’’
Aku berkata, ‘Ya Rasulullah, salah seorang diantara kami pernah menikah dengan dua, tiga, atau empat laki-laki lalu meninggal dunia. Dia masuk surga dan merekapun masuk surga. Siapakah diantara laki-laki ituyang akan menjadi suaminya di surga?’
Beliau menjawab, ‘Wahai Ummu salamah, wanita itu disuruh memilih, lalu diapun memilih siapa diantara mereka yang paling baik akhlaknya. Lalu dia berkata, ‘Rabbi, sesungguhnya lelaki inilah yang paling baik tatkala hidup bersamaku di dunia maka nikahkanlah aku dengannya.’ Wahai Ummu Salamah, akhlak yang baik itu akan pergi membawa dua kebaikan, dunia dan akhirat.’ Hadits riwayat Imam Ath-Thabrani Rahimahullah, Subhanallah…” Tutupku menggema tasbih.
“Subhanallah…”
“Nah, Dek, begitulah … jika wanita-wanita dunia bisa berkedudukan sebagai ratu bidadari, kenapa kita hanya memilih sebagai bidadari saja?”
“Mmm, berarti kalau kita masuk syurga, kita juga bisa jadi bidadari ya, Kak?”
“Ya. Bahkan lebih, yaitu Ratu Bidadari, asalkan kita mampu mempersembahkan ibadah-ibadah terbaik untuk Allah. Gimana, siap?!” tanyaku mencubit hidung kecilnya.
“Siiap, Kak! Semangaat!” []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word.