Oleh: Muannif Ridwan
Mahasiswa Doktor Lintas Disiplin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta/ Ketua PCINU Maroko 2012-2013
BILAL dikenal sebagai Sahabat Nabi SAW. yang sangat sederhana dalam hidupnya. Kehitaman warna kulit, kerendahan kasta dan bangsa, serta kehinaan dirinya di antara manusia selama itu sebagai budak belian, sekali-kali tidaklah menutup pintu baginya untuk menempati kedudukan tinggi yang dirintis oleh kebenaran, keyakinan, kesucian, dan kesungguhannya setelah ia memeluk Agama Islam.
Suatu hari ia pernah mengenakan sandal rusak yang nyaris tak dapat digunakan. Sehingga hal itu sampai membuat Rasullah penasaran, selepas shalat subuh berjamaah, Rasulullah memanggil Bilal dan bertanya, “Katakanlah kepadaku, apa amalanmu yang paling besar pahalanya yang kamu kerjakan dalam Islam? Karena sesungguhnya aku mendengar hentakkan sandalmu di surga.”
Menurut suatu riwayat, bahwa sesungguhnya suara sandal Bilal itu terdengar oleh Rasulullah ketika Beliau berada di surga pada malam Isra’ Mi’raj. Bilal menjawab, “Setiap aku berwudhu, kapanpun itu, baik siang maupun malam, aku selalu melakukan shalat dengan wudhu tersebut.”
Ada sahabat pernah bertanya ke Bilal, “saya tidak menemukan satu pun keistimewaan pada diri Anda. Lalu, mengapa Rasulullah menyebutmu sebagai Ahli Surga?”
Mendengar pertanyaan sahabat tersebut, Bilal menjawab, bahwa dirinya dijamin menjadi ahli surga karena ikhlas menerima keadaan dan tidak memiliki sifat iri, apalagi dengki, sama sekali tidak ada. Ia mengatakan, “meskipun kehidupan keluarga kami seperti ini, kami menerima keadaan ini sebagai anugerah kami. Meskipun tetangga kami hidupnya lebih baik daripada kami, itu sudah menjadi rezekinya. Dan kami menjauhi sifat iri kepadanya, apalagi sampai dengki!”
Kesederhanaan Bilal dalam menjalani hidupnya seyogyannya menjadi Inspirasi Hidup kita, termasuk istiqomahnya dalam menjaga wudlu’ (dawamul wudlu’). Karena pada hakikatnya hidup di dunia ini tidak lain seperti yang digambarkan Rasulullah SAW., bahwa kehidupan dunia ini bagaikan seseorang berjalan di hari panas, lalu berhenti sejenak sekadar beristirahat, dan tidak lama lagi tempat itu akan ia tinggalkan.
Hakikat sederhana adalah sikap yang mengedepankan kebijaksanaan dalam memenuhi kebutuhan hidup, tidak berlebihan, atau menghamba materi. Dengan demikian, seseorang dapat memilah mana yang harus menjadi prioritas, baik perhatian, tenaga maupun harta. Sebaliknya, jika tidak memiliki kebijaksanaan, seseorang cenderung mengikuti hawa nafsunya yang dapat menjerumuskannya dalam kesengsaraan dunia dan akhirat.
Hikmah dari kesederhanaan bisa memberikan ruang untuk berpikir lebih dalam atas makna kehidupan ini. Karena kesederhanaan akan membuat kita selalu berpikir bijak tentang tujuan hidup yang sesungguhnya, hingga pada akhirnya kita akan sadar bahwa penilaian Allah lah yang paling penting.
Sehingga setiap saat kita akan selalu bijak untuk merujukkan hati kepada Allah Yang Maha Kuasa, dan pastinya kita tidak akan pernah terusik oleh penilaian manusia yang selalu saja tidak pernah puas.
Yang jelas, kesederhanaan akan membuat kita selalu ingat, bahwa apapun yang menjadi milik kita kelak akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah. Sehingga, bila hati kita telah sadar dengan yang demikian, maka untuk hidup terlalu berlebihan dengan pernak-pernik dunia pun akan sulit dilakukan.
Dari kisah sahabat Bilal diatas, kita bisa memetik pelajaran berharga, untuk menjadi Hamba Allah yang sholeh (baca: bertaqwa) tidak harus dikenal manusia. Ada pepatah arab mengatakan:
كم من مشهور في الأرض مجهول في السماء..! وكم من مجهول في الارض معروف في السماء..!
“Berapa banyak yang terkenal di dunia, tidak terkenal di langit, dan berapa banyak yang tidak terkenal di dunia, tapi sangat terkenal di langit.”
Karena sesungguhnya manusia yang paling mulai disisi Allah hanyalah hambaNya yang paling bertaqwa (Al-Hujurat ayat 13). Wallahu a’lam Bisshawab… []