KETIKA telah menjalin rumah tangga, seorang lelaki memiliki tanggungjawab lebih. Ia wajib memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Sebab, seorang istri, kini sudah berpindah tangan, dari orangtua kepada suaminya untuk dijaga, dibimbing dan dinafkahi. Sedang anak-anak merupakan hasil dari keturunan antara suami dan istri, yang wajib untuk dijamin kemaslahatan hidupnya.
Oleh sebab itu, tanggungjawab mencari nafkah ialah tanggungjawab suami. Mengapa tidak istri? Sebab, suami adalah seorang lelaki yang diberi kemampuan berupa tenaga yang lebih besar daripada istri untuk bekerja. Seorang lelaki dalam hal pekerjaan akan menggunakan akalnya untuk berpikir dalam memecahkan suatu masalah dalam pekerjaannya. Bukan berdarsarkan hati yang biasa dilakukan oleh seorang wanita. Sehingga, hal ini membantunya untuk mempermudah menjalani kerasnya dunia pekerjaan.
Suami harus terus berusaha bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Meski itu sulit, tapi itulah jalan hidup yang harus ditempuh. Dan tak bisa baginya untuk mengelak. Dan istri pun tak bisa memberatkan suami dengan meminta hal yang tak bisa diberikan oleh suami. Lalu, sebenarnya berapa besar nafkah yang harus diberikan suami kepada keluarganya?
Nafkah untuk mempertahankan hidup dalam bentuk makanan yang baik, minuman yang baik, pakaian yang melindungi dari hawa panas dan hawa dingin, dan tempat tinggal untuk istirahat itu tidak ada perbedaan pendapat di dalamnya.
Perbedaan pendapat yang ada hanya terletak pada banyak tidaknya dan baik buruknya. Karena itu semua tergantung kepada kaya tidaknya pemberi nafkah dan status penerima nafkah; orang kota atau orang desa.
Oleh karena itu, lebih baik hal ini diserahkan sepenuhnya kepada para hakim kaum muslimin. Biarkan mereka yang menentukan dan mengira-ngiranya sesuai dengan kondisi kaum muslimin yang beragam dan sesuai dengan adat istiadat mereka. []
SUMBER: ENSIKLOPEDI MUSLIM MINHAJUL MUSLIM|ABU BAKR JABIR AL-JAZAIRI |DARUL FALAH