OLEH: AR RASYID FAJAR NASRULLAH
Mahasiswa Ilmu Hadis/Ushuluddin
rasyidfajarn@gmail.com
AKHIR-akhir ini jagat media tengah dihebohkan dengan pemberitaan larangan mahasiswi bercadar. Pemberitaan ini dialamatkan kepada UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pada salah satu headline sebuah media nasional tertulis “UIN Sunan Kalijaga larang mahasiswa bercadar, MUI: Kami akan Telaah.”
Isu ini memang sudah bukan lagi menjadi isu internal kampus maupun lokal. Sampai sekarang, isu ini telah menjadi isu nasional. Berita mengenai larangan mahasiswa bercadar ini mulai melejit ketika UIN Sunan Kalijaga menerbitkan surat undangan yang berisi tentang akan diadakannya kegiatan pembinaan mahasiswi bercadar.
Kemudian foto surat ini pun viral di jagat media sosial. Tak berselang lama, salah satu stasiun TV nasional mulai memberitakan isu yang sempat viral ini. Berbagai pendapat muncul setelah viralnya berita ini, ada yang pro dan ada juga yang kontra. Meski sebenarnya pada surat itu sama sekali tidak ada kata pelarangan, tapi apa daya isu ini sudah terlanjur viral.
Pemberitaan tentang pelarangan cadar sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam dunia Islam. Bahkan berita semacam inipun pernah terjadi pada 2008 di Universitas Al-Azhar Mesir, salah satu universitas Islam tertua di dunia.
Meskipun sudah dianggap sebagai ‘raw model’ universitas-universitas Islam di dunia, bukan berarti keputusan yang kontroversial ini tidak menimbulkan pro-kontra di kalangan umat Islam, cendikiawan maupun para ulama.
Cadar memanglah suatu bahasan yang menarik untuk didiskusikan. Apalagi hukum cadar sendiri pun sebenarnya masih ikhtilaf di kalangan para ulama. Ada ulama yang berpendapat bahwa cadar itu merupakan hal yang wajib untuk para muslimah. Ada juga yang hanya menyunnahkannya, mubah, bahkan sampai memakruhkannya. Namun, akhir-akhir ini ada juga ulama maupun cendikiawan muslim kontemporer yang melarang penggunaan cadar, seperti dijelaskan di atas.
Pelarangan-pelarangan semacam ini agaknya merupakan imbas dari “konspirasi” tragedi WTC 9/11, yang merupakan sebuah tragedi terorisme yang dituduhkan kepada “Umat Islam” sebagai pelaku utamanya. Setelah peristiwa naas itu terjadi, gejala islamofobia mulai berkembang di mana-mana. Tidak hanya umat non-muslim yang terkena gejala ini, beberapa umat Islam pun ikut-ikutan “masuk angin” terjangkit islamofobia.
Cadar dianggap sebagai representasi dari teroris, cingkrang dianggap teroris, berjenggot dianggap teroris, dan banyak hal lainnya yang dianggap sebagai simbol teroris. Simbol-simbol yang berbau Islam tak jarang dianggap sebagai suatu simbol yang radikal. Hal inilah yang kiranya membuat para pembuat kebijakan melarang penggunaan cadar karena ditakutkan ada hubungannya dengan para teroris tadi, demi menjaga kondusifitas lingkungan.
Melihat dinamika cadar yang semacam ini agaknya kurang bijak jika kita hanya membahas polemiknya dan tanpa membahas hukumnya di kalangan ulama. Selanjutnya akan penulis tampilkan beberapa pendapat para ulama mengenai hukum cadar beserta secuil dalilnya, InsyaAllah. []
BERSAMBUNG
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.