TERDAPAT banyak dalil yang menyebut Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai orang ummi (tidak membaca dan tidak menulis). Kita akan sebutkan beberapa diantaranya,
Pertama, firman Allah, ketika menyebutkan ciri-ciri Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ
Yaitu orang-orang yang mengikuti rasul, sang nabi yang ummi, yang mereka jumpai keterangan tertulis dalam kitab taurat dan injil yang ada di tengah mereka. (QS. al-A’raf: 157)
Kedua, firman Allah, yang memerintahkan hamba-Nya untuk mengikuti nabi,
فَآَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Berimanlah kalian kepada Allah, Rasul-Nya, sang nabi yang ummi, yang beliau beriman kepada Allah dan kalimat-kalimat-Nya. Ikutilah beliau agar kalian mendapat petunjuk. (QS. al-A’raf: 158)
Ketiga, firman Allah tentang nikmat adanya nabi di tengah orang Quraisy,
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang ummi seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (as-Sunnah).” (QS. al-Jumu’ah: 2)
Keempat, Allah tegaskan bahwa Nabi-Nya tidak pernah membaca kitab apapun,
وَمَا كُنْتَ تَتْلُو مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتَابٍ وَلَا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ إِذًا لَارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ
“Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu).” (QS. al-Ankabut: 48)
Apa yang Dimaksud dengan Ummi?
Al-Qurthubi menyebutkan beberapa keterangan seputar makna Ummi,
قال ابن عباس: الاميون العرب كلهم، من كتب منهم ومن لم يكتب، لانهم لم يكونوا أهل كتاب. وقيل: الاميون الذين لا يكتبون. وكذلك كانت قريش. وروى منصور عن إبراهيم قال: الامي الذي يقرأ ولا يكتب
Ibnu Abbas mengatakan,
al-Ummi adalah semua orang arab, baik mereka yang bisa menulis maupun mereka yang tidak bisa menulis. Karena mereka bukan ahli kitab. Ada yang mengatakan, al-Ummiyun adalah mereka yang tidak bisa menulis, dan seperti itu kondisi orang Quraisy. Dan diriwayatkan oleh Manshur dari Ibrahim, beliau mengatakan, al-Ummi adalah orang yang bisa melafalkan tapi tidak bisa menulis. (Tafsir al-Qurthubi, 18/91-92).
Ibnu Abbas juga menjelaskan ayat di surat al-Ankabut,
كان نبيكم صلى الله عليه وسلم أميا لا يكتب ولا يقرأ ولا يحسب
Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang ummi, tidak menulis, membaca, dan tidak menghitung. Lalu Ibnu Abbas membaca firman Allah di surat al-Ankabut: 48. (Tafsir al-Qurthubi, 7/298)
Keterangan lain kami nukilkan dari ar-Raghib al-Ashbahani tentang makna ummi,
الأمي هو الذي لا يكتب و لا يقرأ من كتاب ، و عليه حمل قول تعالى : ( هو الذي بعث في الأميين رسولاً منهم …. )
Al-Ummi adalah orang yang tidak bisa menulis dan membaca. Dan itulah makna firman Allah di surat al-Jumuah ayat 2. (Mufradat fi Gharib al-Quran, hlm. 28)
Dan inilah yang lebih sesuai dengan dzahir al-Quran. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam orang yang ummi, dalam arti beliau bisa melafalkan kalimat, tapi tidak bisa menuliskannya. Karena beliau tidak tahu tulisan huruf. Dan kondisi tidak bisa membaca tulisan, sama sekali tidak menunjukkan bahwa beliau kecerdasannya rendah. Banyak tokoh hebat di tengah Quraisy, mereka tidak bisa membaca tulisan.
Namun kecerdasan ketika itu diukur dari kedewasaan dan bijaksana dalam bersikap.
Beliau bisa menyelesaikan kasus dengan baik, dewasa ketika menghadapi masalah, itulah orang ummi.
Apa Hikmah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Seorang yang Ummi?
Al-Mawardi menyebutkan,
Jika ada orang yang bertanya, apa sisi kelebihan dengan Allah utus seorang nabi yang ummi,
فالجواب عنه من ثلاثة أوجه: أحدها: لموافقته ما تقدمت به بشارة الانبياء. الثاني: لمشاكلة حال لأحوالهم، فيكون أقرب إلى موافقتهم. الثالث: لينتفي عنه سوء الظن في تعليمه ما دعى إليه من الكتب التي قرأها والحكم التي تلاها.
Jawabannya, ada 3 alasan mengenai hal ini,
[1] Agar sesuai dengan informasi dan kabar gembira yang disampaikan para nabi sebelumnya tentang kehadiran beliau.
[2] Agar sesuai dengan keadaan orang arab, sehingga lebih dekat dengan kesamaan mereka
[3] Untuk menghilangkan su’udzan karena beliau dianggap telah mengajarkan kitab-kitab yang telah beliau baca sebelumnya.
(Tafsir al-Qurthubi, 18/92).
Wallahu a’lam. []
Sumber: Konsultasi Syariah.