Oleh: Ustadz Felix Y Siauw
YANG masih muda berpikir, “Ah, hidup masih lama, selagi muda kita nikmati dulu hidup, mau apa saja masih bisa, mumpung muda, ibadah nanti maksimalkan pas tua”, pikirnya.
Yang tua berpikir, “Andai bisa kembali muda, pasti aku akan maksimalkan ibadah. Sebab ibadah setelah tua itu tidak enak, badan sudah tak bisa diajak dan dinego”, begitu adanya.
Begitulah manusia, dia kira dia miliki segalanya, dia mengatur segalanya, padahal dia kehilangan segalanya. Nikmat muda tanggung, ibadah tua juga tak mampu.
Penyesalan memang dibelakang, karena kebanyakan manusia tak cukup diperingatkan, harus mengalami sendiri, padahal yang mengalami kepahitan sudah banyak.
Kita diperintahkan 17 kali sehari merenungkan kalimat “Jalannya mereka yang Engkau berikan nikmat pada mereka, bukan jalan mereka yang Engkau murkai dan yang tersesat”.
Artinya, selalu ambil pelajaran dari orang terdahulu, sebab pada mereka ada rumus kebahagiaan sejati dan juga ada rumus kesengsaraan hakiki, rumusnya pasti-pasti.
Andai kita meniti pilihan yang sama, maka kita akan berujung sama seperti mereka. Tinggal kita sekarang mau yang mana, yang diberi nikmat, yang dimurka, atau yang tersesat?.
Jangan dipermainkan dunia, permainkanlah dunia. Jadikan dunia itu jadi jalan mendekat kepada Allah, cintai dunia seadanya, dan cintai pencipta dunia setingginya.
Selagi masih muda, selagi masih kuat, selagi tahajjud tak dipusingkan dengan tekanan darah, kolesterol atau jantung, banyak-banyaklah sujud di hadapan Allah.
Selagi nafas masih kuat, belum dibatasi oleh sakit pinggang, rematik, encok dan rabun, berdakwahlah sekuatnya, jadikan masa muda ini takkan kita sesali.
Saat tua nanti, mudah-mudahan Allah izinkan kita tetap seperti itu, tetap dalam ketaatan, menginspirasi generasi-generasi baru yang kelak akan menjadi darah dalam perjuangan dakwah.
Dan matinya kita akhirnya Allah sampaikan, saat kita sedang menutur kalimat dakwah, membacakan Kitabullah dan Sunnah, dan kalimat tauhid sebagai pamungkas lisan. []