JAKARTA–Dosen IAIN Surakarta Rahmat Abdullah menuturkan, saat Gerakan Jamaah Subuh Nasional (GSJN) ke-24, perjuangan Bandung Lautan Api tidak lepas dari peran ulama.
“Pengorbanan dan jasa para ulama begitu besar dalam Bandung Lautan Api. Tidak hanya ulama dari Bandung, ulama se-Indonesia pun turut terlibat dalam memperjuangkannya,”ujar Rahmat pada kajian GSJN di Masjid Nurul Huda UNS, Sabtu (24/3) malam.
Rahmat mengatakan, setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu, resolusi perang sabil dan resolusi jihad pun digencarkan oleh para ulama. Hal ini dilakukan untuk mempertahakan kemerdekaan dari Belanda dan Inggris yang masih berhak atas Indonesia. Para santri menjadi garda terdepan dalam membela kebenaran.
Peristiwa 24 Maret 1946 silam, ungkap alumni UNS Surakarta itu, berhasil membuat Bandung menjadi lautan api dalam waktu 7 jam. Kisahnya bermula saat Inggris dan Belanda ingin menjadikan Bandung sebagai markas persenjataan.
“Seluruh warga Bandung Utara diminta pergi dari tanah itu. Tetapi mereka enggan. Mendengar itu pemimpin Laskar Wanita Indonesia, Sumirah Jati mengingatkan agar wanita ikut andil berjuang. Lebih baik jadi lautan api daripada jatuh ke tangan musuh,” tegas Rahmat.
Setelah pekikan semangat dari Sumirah Jati, lanjut Rahmat, warga Bandung membakar rumah-rumah mereka sendiri. Fasilitas-fasilitas lain turut dibakar agar tidak dimanfaatkan oleh tentara gabungan Inggris dan Belanda.
Peristiwa Bandung lautan api, juga mengingatkan kita tentang dua pejuang muda yang pemberani. Mohammad Toha dan Mohammad Ramdan namanya, merekalah yang bertugas meledakan gudang amunisi hingga nyawa menjadi taruhannya.
Diakhir penuturannya, Rahmat berpesan agar muslim memperkaya diri dengan kisah-kisah sejarah Islam. Sebab banyak sejarah Islam yang dirahasiakan dan dimatikan peranannya sebagai dampak warisan pemikiran Belanda. []