TANYA: Apakah panggilan ‘Mama’ untuk istri termasuk zhihar?
JAWAB: Dikutip dari rumahfiqih.com, zhihar adalah menyerupakan bagian tubuh istri dengan bagian tubuh ibu kandung sendiri, dengan niat untuk mengharamkan.
Dengan menggunakan ta’rif ini, maka panggilan “mama” kepada istri sendiri tidak termasuk ke dalam kategori zhihar yang dimaksud. Karena tidak ada unsur penyerupaan. Kata “mama” sendiri merupakan panggilan yang lazim digunakan oleh kebanyakan masyarakat, terutama di kalangan bangsa kita.
Sebenarnya panggilan ini merupakan bentuk peminjaman sapaan dari seorang anak kepada ibunya. Kalau suami memang istrinya dengan panggilan “mama”, sebenarnya dia sedang membahasakan atau mengajarkan kepada anak tentang sapaan kepada ibunya.
Memang ada baiknya bila antara suami dan istri tidak saling memanggil dengan panggilan “mama” atau “papa.” Namun dengan panggilan yang lebih tepat yang tidak bisa ditafsirkan menjadi makna yang lainnya. Sebab panggilan seperti ini hanya dikenal pada komunitas tertentu saja, belum tentu pada komunitas lain panggilan seperti ini bisa dipahami dengan mudah.
Dalam banyak riwayat, Rasulullah SAW memang tidak pernah memanggil istrinya dengan panggilan semacam mama atau ibu atau yang sejenisnya. Beliau memanggil sang istri, sayyidatina Aisyah ra. dengan panggilan yang sangat khas, yaitu ‘Humaira’. Sebuah sebutan sayang yang mengandung makna mesra. Sehingga memang tidak terjadi salah kaprah dan salah tafsir dari orang lain.
Panggilan langsung pada nama suami atau istri sebenarnya diperbolehkan. Atau kalau masih ingin dengan membahasakan kepada anak, maka bolehlah memanggil istri dengan panggilan “mama” atau “ibu” sebagai kun-yah, namun harus dengan menyebut nama anaknya. Bila nama anak mereka Muhammad, bolehlah suami memanggil istrinya dengan panggilan “ibu Muhammad”, atau “ummu Muhammad”, atau “mama Muhammad.”
Jangan hanya berhenti pada panggilan ibu, ummi, atau mama saja. Sebab pemotongan kata itu bisa mengubah arti. Kalau suami memanggil istrinya dengan ummi misalnya, artinya dia memanggil istrinya dengan panggilan: wahai ibuku, padahal istrinya bukan ibunya.
Meski panggilan ini tidak termasuk dalam kategori zhihar, namun tetap saja panggilan ini kurang tepat. Kalau kita sedikit lebih teliti dalam penggunaan bahasa dan istilah, tentu sangat layak bila tidak digunakan. Wallhu ‘alam.[]