TAK ada yang istimewa di hari-hari menjelang penaklukan kota Mekah (fathu Mekkah). Masyarakat Madinah saat itu melalui hidup mereka seperti biasa. Kecuali, Ali bin Abi Thalib dan seorang sahabat Rasul yang menggesa kuda mereka melesat seperti angin. Mereka seperti mengejar sesuatu.
Benar saja. Ali sedang menunaikan tugas Rasul menangkap seorang wanita pembawa surat. Wanita itu hampir di perbatasan Mekah dan Madinah. Dan, surat yang ia bawa berisi rahasia penaklukan Mekah. Kalau bukan informasi dari Malaikat Jibril, mungkin Rasul pun tidak pernah tahu kalau ada sahabat dekatnya di Madinah yang tega membocorkan rencana penyerbuan ke Mekah.
Di tengah padang pasir yang senyap itu, Ali mendapati seorang wanita berkendaraan unta. Setelah dicegat, Ali langsung menanyakan perihal surat. Wanita itu mengelak. Dan Ali pun menggertak, “Saya tidak sungkan menelanjangi kamu hingga saya temukan surat rahasia itu. Karena Rasulullah tidak pernah salah!”
Karena takut, wanita itu menyerahkan surat terbungkus rapi itu ke Ali r.a. Ia mengaku cuma orang suruhan. Dan yang menyuruh itu tak lain seseorang yang bernama Hathib bin Abi Balta’ah.
Hathib bin Abi Balta’ah sama sekali, ia bukan munafik. Apalagi agen Quraisy yang sengaja disusupi di tubuh warga Madinah.
Alasan sahabat Rasul yang pernah ikut berjihad di perang Badar ini mengirim surat rahasia ternyata sangat sederhana. Ia khawatir kalau orang tua angkatnya yang sejak kecil mengurus, mendidik, dan merawatnya menjadi korban huru-hara yang mungkin terjadi di Mekah. Karena itulah, surat itu ia kirimkan. Agar, orang-orang yang ia cintai di Mekah bisa mengungsi sementara. []
Sumber: jalansirah.com