DARI Abu Hurairah ra berkata, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Setiap persendian tulang manusia wajib atasnya shadaqah. Setiap hari apabila matahari terbit, engkau damaikan antara orang yang berselisih adalah shadaqah. Menolong orang yang menaiki kendaraannya dengan engkau mengangkatnya atau mengangkatkan barang-barangnya adalah shadaqah. Kata-kata yang baik adalah shadaqah. Setiap langkah yang dilangkahkan untuk melaksanakan shalat adalah shadaqah. Dan menyingkirkan duri dari jalan adalah shadaqah.” (HR. Muslim)
Sanad Hadits :
Hadits di atas memiliki sanad yang lengkap (sebagaimana yang terdapat dalam Shahih Muslim, Kitab Al-Zakat, hadits no 1006).
Takhrij Hadits :
Hadits ini (sebagaimana teks hadits di atas, riwayat Imam Muslim) melalui jalur sahabat Abu Hurairah ra diriwayatkan oleh :
• Imam Bukhari dalam tiga tempat dalam Shahihnya, (1). Kitab Al-Shulh, hadits no. 1009. (2). Kitab Al-Jihad Wal Sair, hadits no. 2891. (3). Kitab Al-Jihad Wa Al-Sair, hadits no. 2989.
• Imam Ahmad bin Hambal, dalam tiga tempat Musnadnya, dalam Baqi Musnad Al-Muktsirin, (1). Hadits no. 27400, (2). Hadits no. 8154, dan (3). Hadits no. 8652.
Tarjamatur Rawi
• Abu Hurairah
Nama asli beliau adalah Abdurrahman bin Shakhr, Abu Hurairah Al-Dusy Al-Yamani. Beliau tinggal di Madinah dan wafat pula di Madinah pada tahun 57 H. Rasulullah SAW menggelarinya dengan Abu Hurairah, karena suatu ketika Rasulullah SAW melihatnya sedang menggendong kucing. Beliau masuk Islam pada waktu Perang Khaibar, dan turut serta dalam peperangan tersebut bersama Rasulullah SAW. Kemudian setelah itu beliau menggeluti dirinya untuk mulazamah bersama rasul dan tidak pernah meninggalkannya, hingga beliau merupakan salah seorang sahabat yang terbanyak haditsnya. Selain mengambil hadits dari Rasulullah SAW, beliau juga mengambil hadits dari para sahabat, diantaranya dari Ubay bin Kaab bin Qais, Usamah bin Zaid, Aisyah, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khattab dsb. Sedangkan yang mengambil hadits dari beliau sangatlah banyak, diantaranya Ibrahim bin Ismail, Abu Zur’ah, Al-Aswad bin Hilal, Anas bin Malik, Aus bin Khalid, Said bin Al-Musayyib, Thawus bin Kisan, Alqamah bin Qais dsb.
• Hammam bin Muhabbih
Nama lengkap beliau adalah Hammam bin Munabbih bin Kamil bin Syeikh, Abu Uqbah Al-Shan’ani Al-Abnawi, merupakan salah seorang wustha minat tabiin. Tinggal di Yaman dan wafat pada tahun 132 H. Mengambil hadits dari Abu Hurairah, Qatadah bin Di’amah, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Muhammad bin Juhadah dsb. Adapun yang mengambil hadits dari beliau adalah Ayub bin Abi Tamimah Kaisan, Ma’mar bin Rasyid, Wahab bin Munabbih, Affan bin Muslim bin Abdillah dsb. Adapan derajatnya dalam jarh wa ta’dil sebagaimana dikatakan ulama adalah tsiqah.
• Ma’mar
Beliau adalah Ma’mar bin Rasyid, Abu Urwah Al-Azadi Al-Bashri, merupakan salah seorang Kibar Atba’ Tabiin. Tinggal di Yaman dan wafat pada tahun 154 H. Beliau mengambil hadits diantaranya dari Ishaq bin Rasyid, Asy’ats bin Suar, Tsabit bin Aslam, Jabir bin Yazid bin Al-Harits, Humaid bin Qais, Sulaiman bin Mihran dsb. Adapun yang mengambil hadits dari beliau adalah, Sufyan bin Uyainah, Syu’bah bin Hajjaj, Sofwan bin ‘Isa, Malik bin Anas, Yahya bin Yaman dsb. Adapun derajatnya dalam ilmu jarh wa ta’dil, para ulama menempatkannya pada posisi tsiqah tsabat.
Gambaran Umum tentang Hadits Ini
Hadits di atas menggambarkan tentang realisasi dari shadaqah yang telah dijelaskan dalam hadits sebelumnya. Realisasi yang disebutkan dalam hadits ini adalah menitik tekankan pada ishlah bainannas yaitu mendamaikan perselisihan yang terjadi pada manusia, saling tolong menolong dan bersikap adil terhadap sesama manusia. Dan masalah ini merupakan bagian dari permasalahan inti dari ajaran Islam untuk menyatukan hati kaum muslimin. Karena salah satu aspek penyatuan hati adalah ishlah bainannas. Allah SWT berfirman (QS. Al-Hujarat/ 49 : 10) :
“Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”
Di samping itu juga dijelaskan mengenai bertutur kata yang baik, membantu orang lain yang ketika menaiki kendaraannya atau ketika menaikkan barang-barang bawaannya, setiap langkah untuk melaksanakan shalat dan menyingkirkan duri dari jalan. Dan kesemua hal di atas juga merupakan shadaqah. Karena dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari, kaum muslimin harus saling tolong menolong. Dalam sebuah hadits digambarkan :
Dari Nu’man bin Basyir ra berkata bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam cinta, saling mengasihi dan kelembutan diantara mereka adalah seumpama satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh merasakan sakit, maka seluruh tubuh akan merasakannya, (seperti) tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Muslim)
Tolong Menolong dalam Kehidupan Manusia
Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial yang setiap insan membutuhkan insan lainnya dalam menjalani kehidupannya. Dalam fungsi sosialnya, manusia diminta untuk saling kerjasama, saling menghargai, saling tolong menolong dan saling bantu membantu. Namun dalam mengimlementasikan hal tersebut, tidak boleh lepas dari obsesi utamanya sebagai seorang mukmin yaitu dalam rangka ibadah kepada Allah SWT.
Sehingga saling menolong tersebut bukan dalam tujuan dan motivasi yang tidak terkendali, namun dalam rangka merealisasikan kebaikan dan mempertinggi nilai ketakwaan kepada Allah SWT. Dalam Al-Quran Allah SWT menjelaskan : “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah/ 5 : 2)
Oleh karena itulah dalam hadits di atas digambarkan bahwa menolong orang lain ketika menaiki kendaraannya atau ketika menaikkan barang bawaannya terhitung sebagai shadaqah. Karena hal ini merupakan kaidah umum dalam kehidupan sehari-hari, yaitu saling tolong menolong. Bahkan Rasulullah SAW “menegur” orang yang tidak mau beraktivitas sosial untuk tolong menolong. Dalam sebuah hadits diriwayatkan:
Dari Ibnu Umar ra berkata, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Seorang mukmin yang berinteraksi dengan masyarakatnya dan ia sabar terhadap kenegatifan mereka, lebih besar pahalanya dari pada seorang mukmin yang tidak berinteraksi dengan masyarakatnya dan tidak bersabar atas kenegatifan mereka.” (HR. Ibnu Majah)
Ishlah Bainannas
Interaksi sesama manusia yang merupakan tabiat dari sifat sosial setiap manusia, terkadang menimbulkan kesalah fahaman, pertengkaran dan bahkan permusuhan. Karena manusia memiliki perasaan, latar belakang, dan persepsi yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Sehingga potensi timbulnya konflik sesama manusia sangat dimungkinkan. Padahal persatuan dan kesatuan ummat merupakan satu perintah Allah SWT. Dalam sebuah ayat, Allah SWT berfirman (QS. Ali Imran/ 3 : 103): “Dan berpegang teguhlah kalian semua pada tali Allah, dan jangalah kalian bercerai berai.”
Untuk itulah Rasulullah SAW menggambarkan bahwa mendamaikan dua orang yang berselisih adalah shadaqah. Karena tidak mungkin dalam menjalankan aktivitas sehari-hari manusia tidak mengalamai masalah dengan orang lain. Dan oleh karenanya konflik akan selalu terjadi, sepenjang manusia masih menempati bumi. Hal ini terjadi karena beberapa hal :
1. Sifat dan tabiat manusia yang emosional, mudah untuk menumpahkan darah.
Dalam Al-Quran Allah SWT menjelaskan bagaimana para malaikat “bertanya” kepada Allah SWT ketika akan menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi, karena mereka suka menumpahkan darah. Allah SWT berfirman (QS. Al-Baqarah/ 2 : 30)
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
2. Karena sifat manusia yang tidak pernah merasa puas dengan apapun yang dimilikinya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW menggambarkan :
Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sekiranya anak adam memiliki emas sebanyak dua gunung, maka ia sangat menginginkan gunung ketiga berupa emas. Dan tidak akan ada yang dapat memenuhi keinginannya, kecuali tanah (kubur). Dan Allah menerima taubat siapapun yang bertaubat.” (HR. Turmudzi)
3. Sifat manusia yang tamak, kikir dan suka berkeluh kesah terhadap anugerah yang Allah berikan padanya. Dalam Al-Quran Allah SWT menjelasakan (QS. Al-Maarij/ 70 : 19 – 21)
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir.”
4. Adanya perbedaan sifat, karakter, orientasi, tujuan dan jalan kehidupan masing-masing insan sehingga sangat mungkin perbedaan-perbedaan seperti ini meruncing dalam aktivitas sehari-hari. Dalam Al-Quran Allah SWT memberikan isyarat (QS. Al-Hujurat/ 49 : 13)
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Antisipasi dari terjadinya ikhtilaf dan perpecahan diantara umat manusia adalah diantaranya dengan ishlah bainannas sebagaimana digambarkan dalam hadtis di atas. Bahkan dalam Al-Quran digambarkan, jika salah satu dari pihak yang bertikai tidak mau diajak untuk ishlah, atau justru berbuat aniaya, maka kita diperintahkan untuk memerangi pihak tersebut : (QS. Al-Hujurat/ 49 : 9)
“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu’min berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
Ishlah bainannas adalah bagaimana seseorang atau satu kelompok melakukan satu aktivitas, baik bersifat qouli, maupun amaly dalam rangka mendamaikan dua pihak atau lebih yang bertikai atau berselisih faham. Baik dua pihak tersebut bersifat individu, maupun yang bersifat kelompok ataupun bangsa. Rasulullah SAW menjadikan aktivitas seperti ini sebagai aktivitas yang lebih baik dari puasa, shalat dan shadaqah :
Dari Abu Darda ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Maukah kalian aku beritahukan dengan sesuatu yang lebih afdhal dari pada puasa, shalat dan shadaqah?” Mereka menjawab, “Tentu wahai Rasulullah.” Rasulullah SAW bersabda, “Mengishlah (mendamaikan) orang-orang yang memiliki permasalahan. Sedangkan merusak orang-orang yang memiliki permasalahan adalah haliqah (haliqah adalah memutus tali persaudaraan dan saling berbuat dzalim/ tadzalum).” (HR. Turmudzi)
Bahkan karena begitu pentingnya ishlah bainannas ini, Rasulullah SAW memperbolehkan “dusta” dalam rangka mewujudkannya. Dalam sebuah hadits digambarkan :
Dari Umi Kultsum binti Uqbah memberitahukan bahwasanya ia mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Bukanlah dusta itu bagi orang yang mendamaikan diantara manusia (yang bertikai), yang ia mengatakan kebaikan (pada pihak-pihak yang bertika tersebut).” (HR. Bukhari)
Manhaj Rasulullah SAW Dalam Ishlah Bainannas
1. Melarang emosi atau marah.
Dalam sebuah hadits digambarkan :
Dari Abu Hurairah ra berkata bahwa seorang sahabat berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, nasehatilah aku.” Rasulullah SAW menjawab, “Janganlah kamu marah.” Lalu ia mengulanginya lagi pertanyaan tersebut beberapa kali, dan Rasulullah SAW menjawab, “Janganlah kamu marah.” (HR. Bukhari)
2. Memberikan paradigma bahwa orang yang kuat adalah orang yang pandai mengendalikan dirinya ketika emosi dan bukan orang yang pandai berkelahi.
Dalam sebuah hadits digambarkan :
Dari Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Bukanlah orang yang kuat itu orang yang pandai bergulat, akan tetapi orang yang kuat adalah orang yang bisa mengendalikan dirinya ketika sedang emosi.” (HR. Bukhari)
3. Memotivasi hakim untuk berbuat adil, bahkan mengancam hakim yang tidak adil.
Dari Abdillah bin Amru bin Ash berkata, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya orang-orang yang adil (akan Allah tempatkan) di atas mimbar-mimbar cahaya, dari tangan kanannya Allah yang Maha Rahman. Dan dua tangan Allah adalah tangan kanannya. Yaitu orang-rang yang berbuat adil dalam hukum (yang ditetapkan) mereka, keluarga mereka dan perkara yang diembankan kepada mereka.” (HR. Muslim)
4. Rasulullah SAW menggambarkan keutamaan mengishlah antar manusia, boleh berdusta dalam rangka mengishlah dan lain sebagainya, sebagaimana digambarkan dalam hadits-hadits sebelumnya.
Berbuat Adil Dalam Urusan Manusia
Mengislah atau mendamaikan manusia yang berselisih, akan sangat terkait dengan sifat adil. Sebab mustahil ishlah direalisasikan tanpa diiringi hakim yang adil yang menyelesaikan masalah tersebut. Adil adalah suatu perbuatan yang tidak mendzalimi satu pihak dan menguntungkan pihak lainnya, dengan berlandaskan pada hukum dan syariah Allah SWT. Ada juga yang mengatakan bahwa adil adalah meletakkan sesuatu pada porsinya. Banyak ayat maupun hadits yang menggambarkan tentang keharusan dan keutamaan berbuat adil, diantaranya adalah :
1. Berbuat adil merupakan perintah Allah SWT. Dalam Al-Quran Allah SWT berfirman (QS. Annisa/ 4 : 58)
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
2. Perintah berbuat adil juga diiringi dengan larangan untuk condong pada salah satu pihak yang bertikai tersebut. Allah SWT berfirman (QS. Al-Maidah/ 4 : 8)
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
3. Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil
“Berlaku adillah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Hujurat/ 49 : 9)
4. Allah haramkan surga bagi penguasa yang berbuat tidak adil. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda : Dari Ma’qil bin Yasar Al-Muzani ra sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang hamba, Allah berikan amanah untuk memimpin rakyat, kemudian dia meninggal dunia dalam kondisi berbuat curang (tidak adil) terhadap rakyatnya, melainkan Allah haramkan dirinya dari surga.” (HR. Muslim)
5. Hakim yang tidak adil akan dikelilingi para syaitan, dan akan Allah tinggalkan.
Dalam sebuah hadits digambarkan : Dari Abdillah bin Abi Aufa ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT akan bersama qadhi/hakim selama tidak berbuat aniaya/curang. Apabila ia berbuat demikian maka Allah melepaskan diri-Nya darinya dan syaitanlah yang akan menyertainya.” (HR. Turmudzi)
6. Tiga jenis hakim; dua di neraka dan hanya satu di surga
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW menggambarkan : Dari Buraidah bin Al-Hasib ra dari Rasulullah SAW bersabda, “Hakim itu ada tiga golongan, dua golongan masuk neraka dan satu golongan masuk surga. (Yaitu) seseorang yang mengetahui kebenaran dan ia berhukum dengan kebenaran tersebut, maka ia masuk surga. Dan seorang yang memberikan hukum pada manusia dengan ketidaktahuannya, maka ia masuk neraka. Dan seorang lagi berbuat aniaya (tidak adil) dalam berhukum maka ia masuk neraka.”
Wallahu A’lam Bis Shawab. []