KISAH ini menceritakan tentang sedekah dua lembar uang lima ribuan yang dilakukan oleh seseorang dengan tulus pada saat dia sendiri sedang dalam kondisi sangat membutuhkan uang itu. Kisah yang terjadi pada masa yang namanya krisis moneter, dan dia baru saja terkena dampak krisis itu. Masa setelah lengesernya Presiden Suharto. Dimana pada saat itu perekonomian baru saja terpuruk. Pengangguran dan PHK sedang begitu gencarnya, kejahatan sedang merajalela.
Tersebutlah sebuah keluarga dengan dua orang anak. Sang suami terpaksa berhenti dari pekerjaannya karena tempatnya bekerja (perusahaan sablon) bangkrut. Simpanannya sudah habis untuk keperluan sehari-hari. Bahkan sekarang untuk makan dan biaya sekolah anak-anaknya sang istri harus menghutang tetangganya.
Suatu hari lelaki itu pergi keluar rumah dengan niat mencari pekerjaan. Akan tetapi hingga tengah hari tidak menghasilkan apa yang diharapkan. Ia berhenti di sebuah masjid dan menunaikan sholat dhuhur. Setelah itu dia melanjutkan perjalanan.
Perutnya sudah sangat lapar. Dia bermaksud pergi ke warung. Tetapi niatnya digagalkan demi melihat seorang tua renta yang meminta-minta dihadapannya. Di dompetnya hanya ada dua lembar uang masing-masing lima ribuan. Satu lembar diberikannya kepada pengemis itu.
“Ini buat makan ya pak….” Dia memberikan satu lembar uang lima ribuannya. Uang yang rencananya untuk makan siang. Uangnya tinggal tersisa lima ribu rupiah.
Dia berpikir, sia uangnya masih cukup untuk membeli nasi. Niat yang tadi tertunda rupanya tertunda lagi karena tiba-tiba ada seorang tua renta yang mengendarai sepeda onthel (sepeda angin) terserempet mobil di depan matanya. Dia berusaha menolongnya karena mobil yang menyerempetnya melarikan diri. Sepedanya rusak.
Dengan tulus dia membawa orang tersebut dan sepedanya ke bengkel terdekat. Lagi-lagi dia berada dalam posisi yang sangat sulit, satu sisi perut lapar dan perih tapi di sisi lain ada orang yang lebih membutuhkan. Dia harus membantu perbaikan sepeda orang tersebut karena kebetulan bapak tua tadi tidak mempunyai ongkos untuk memperbaikinya.
Dia pulang ke rumah dengan tanpa membawa hasil apapun, melainkan perut kosong dan perih, tetapi hal itu diterima dengan lapang dada. Dia masih berharap, Allah SWT memberikan jalan baginya. Keadaan itu berjalan berbulan-bulan hingga barang-barang di rumah sudah habis terjual.
Malam itu dia tidak bisa tidur, Pikirannya menerawang kemana-mana. Satu persatu teman-temannya sewaktu SMA dulu terlintas di benaknya. Tiba-tiba ingatanya tertahan pada teman karibnya dulu, dimanakah dia sekarang? Apakah hidunya sudah mapan? Teman karibnya itu tergolong mampu, buktinya dia sempat melanjutkan ke bangku kuliah dan dia sendiri tertahan karena keterbatasan keuangan orang tuanya waktu itu.
Allah SWT memang Maha Besar, tanpa disangka-sangka sahabat karib yang sempat terlintas di lamunannya kemarin malam tiba-tiba bertamu kerumahnya. Belakangan diketahui teman karibnya itu sudah menjadi ketua sebuah partai di Jawa Tengah.
Berawal dari saling menceritakan pengalaman hidupnya itu maka diapun diminta temannya itu untuk membuat umbul-umbul dan bendera dalam jumlah ribuan lembar. Jumlah yang sangat besar dibandingkan sewaktu dia masih menjadi karyawan perusahaan sablon dulu tempat bekerja.
“Ada apakah ini?” pikirnya. “Apakah Allah SWT mendengar doa-doaku?”
Dengan cek senilai Rp50 juta rupiah untuk modal yang diberikan teman karibnya itu, dia sendiri masih bingung cara memakainya, maklum baru sekali ini melihat yang namanya cek. Minimal kegalauannya tentang modal awal dari pesanan yang begitu banyak sudah ada jalan keluar.
Semenjak itulah dia mulai bekerja secara mandiri. Bahkan sekarang sudah memiliki gudang dan karyawan sampai 25 orang untuk menangani bagitu banyaknya order. Ketika ada orang bertanya, apa yang menyebabkanmu menjadi sukses dalam dunia sablon? dengan sederhana dia menjawab, “Menurut saya karena dua lembar uang lima ribuan, satu lembar untuk peminta-minta yang sedang lapar dan lembar yang kedua untuk seseorang yang perlu perbaikan sepeda.”
“Saya mengatakan itu yaa karena kenyataanya seperti itu, pada waktu itu barang-barang di rumah sudah habis dijual untuk menyambung hidup, tapi keinginan bertemu dengan sahabat karib SMA dulu kok tahu-tahu dia sudah bertandang ke rumah. Tidak ada akibat tanpa sebab. Saya yakin dengan sedekah, apalagi sedekah pada saat kita sendiri lagi susah, bersedekah ketika miskin sangat bernilai di mata Alloh SWT, tetapi bersedekah pada saat lapang seperti sekarang ini jangan ditinggalkan,” ujarnya lagi. []
Sumber: Kun Fayakun/Karya: Ust. Yusuf Mansur/Penerbit Zikrul