Oleh: Rika Safitri
Mahasiswi STEI SEBI
DI saat kaki ini tak mampu lagi tuk melangkah, saat mata ini serasa buta dan tak mampu lagi untuk melihat, saat jiwa ini terasa kosong tak ada tujuan. Dirimulah ibu, yang selalu memberiku semangat, selalu memberiku nasihat, dan selalu memberiku cinta yang begitu hangat.
Ibu, aku merasa seperti orang yang paling bodoh di dunia ini. Karena aku, anakmu ini, anak yang tidak tahu diri ini, dulu senpat berfikir “kenapa harus engkau yang menjadi ibuku, kenapa tidak mereka saja, wanita-wanita hebat dengan harta yang berlimpah”.
Itulah ibu, itulah hal yang pernah terfikir di benakku. Lalu kenapa dirimu tak memarahiku ibu, seharusnya kau memarahiku bukannya malah minta maaf kepadaku, karena kau merasa tidak bisa membuat ku bahagia.
Ibu, kaulah yang tak pernah letih menasehitiku, meskipun terkadang aku lebih suka mendengarkan musik ketimbang mendengar nasihatmu. Tapi kenapa ibu, kenapa kau tak membenciku padahal seharusnya kau patut membenciku, tapi nyatanya kau tak pernah henti dan lelah memberiku nasihat.
Ampuni aku ibu, ampuni anakmu yang tidak tahu diri ini, ampuni anak mu yang durhaka ini. Karena tanpa dirimu mungkin aku tidak akan sanggup untuk menjalani hidup yang berat ini. Karena semangat dan senyumulah yang dapat membuatku bangkit untuk terus menjalani hidup ini.
Ibu, hatiku terasa teriris -iris, ketika melihatmu harus turut mencari nafkah untuk membiaya hidup sehari- hari, untuk biaya sekolah adik-adiku, karena gaji bapak yang habis untuk biaya kuliahku. Tapi kenapa, kau sama sekali tak mengeluh sama sekali ibu, padahal jelas-jelas aku melihatmu kelelahan ibu, seluruh anggota tubuhmu sakit ibu karena terus engkau paksa untuk bekerja. Disela-sela rasa lelah itu, kau selalu berkata “apapun akan ku lakukan untuk kebahagiaan dan keberhasilan anakku”.
Maafkan aku ibu, karena belum bisa menjadi anak yang baik untukmu, seorang anak yang mungkin selalu kau impi-impikan. Bahkan, ketika semua anak mengucapkan selamat hari ibu kepada ibu mereka, tapi aku, sampai saat ini, sampai hari ini dan bahkan sampai detik ini, rasanya bibir ini belum bisa mengucapkan selamat hari ibu, kepadamu ibuku. Sebenarnya aku sangat ingin ibu, aku sangat ingin melakukan itu dan melukiskan sebuah senyum indah diwajahmu.
Ibu, dengan semua yang telah kau berikan untuku, aku hanya mampu membalasmu dengan ucapan terima kasih. Yang bahkan ucapan terima kasih itu pun tak mampu untuk kuucapkan dihadapanmu. Aku hanya mampu menulisnya ibu, menuliskan semua itu disini. Tapi percayalah ibu, semua yang ku curahkan disini, adalah semua rasa yang kupendam di dalam hatiku karena aku tak mampu mengatakan semua ini dihadapanmu.
Untukmu, ibuku tersayang
Dari aku, anakmu. []