IKHLAS, ringan diucapkan, berat dilakukan. Tak sedikit orang yang merasa susah untuk melakukan amalannya dengan ikhlas.
Beberapa ulama memiliki perbedaan redaksi dalam menggambarkan ikhlas. Salah satu pendapat memaparkan bahwa ikhlas adalah memurnikan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pendapat lainnya menyebutkan bahwa ikhlas adalah mengesakan Allah dalam beribadah kepadaNya. Ada pula yang berpendapat, ikhlas adalah pembersihan dari pamrih kepada makhluk.
Al ‘Izz bin Abdis Salam berkata, “Ikhlas ialah, seorang mukallaf melaksanakan ketaatan semata-mata karena Allah. Dia tidak berharap pengagungan dan penghormatan manusia, dan tidak pula berharap manfaat dan menolak bahaya”.
Al Harawi mengatakan, “Seorang yang ikhlas ialah, seorang yang tidak mencari perhatian di hati manusia dalam rangka memperbaiki hatinya di hadapan Allah, dan tidak suka seandainya manusia sampai memperhatikan amalnya, meskipun hanya seberat biji sawi”.
Abu ‘Utsman berkata, “Ikhlas ialah, melupakan pandangan makhluk, dengan selalu melihat kepada Khaliq (Allah)”.
Dari berbagai pendapat ulama tersebut berujung pada satu titik yang sama, dimana ikhlas adalah suatu hal yang hanya berfokus pada Allah swt.
Saat hati manusia telah terpaut hanya pada Allah swt, maka segala sesuatu yang ia kerjakan akan dilakukan dengan segera, dan segera dilupakan. Segera dilupakan karena ia tidak melihat pandangan makhluk lain atas apa yang telah ia kerjakan, yang ia lihat hanya pandangan Sang Penciptanya.
Sebagaimana firman Allah Swt dalam Quran surat al Baqoroh ayat 265 berikut,
“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhoan Alloh dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Alloh Maha melihat apa yang kamu perbuat.” (QS. Al Baqoroh : 265)
Dalam ceramahnya Aa Gym (Abdullah Gymnastiar) pernah berkata, ciri orang yang susah ikhlas itu banyak kecewa. Kecewa karena yang ia harapkan adalah penilaian dan balasan dari makhluk, sehingga ketika hal itu tidak datang maka kecewalah ia. Karena sesungguhnya makhluk tidaklah memiliki apa-apa, melainkan Alloh pemilik segala-galanya. []
Sumber: Almanhaj