TEL AVIV—Parlemen Israel Knesset pada Senin (30/4/2018), mengamendemen undang-undang yang sebelumnya mengharuskan seluruh anggota kabinet mendukung pernyataan perang, lalu mentransfer kewenangan itu kepada perdana menteri dan menteri pertahanan.
Dengan kata lain, Knesset mendukung pemberian kekuasaan kepada perdana menteri untuk menyatakan perang hanya dengan persetujuan menteri pertahanan.
Persetujuan terhadap amandemen itu dihasilkan dari pemungutan suara 62 banding 41.
Amendemen itu memungkinkan perdana menteri dan menteri pertahanan Israel mendeklarasikan perang dalam “kondisi ekstrem”. Namun, tidak disebutkan secara jelas “kondisi ekstrem” yang dimaksud, atau siapa yang menentukannya. Hanya disebutkan bahwa deklarasi perang akan berlaku “jika hal tersebut diperlukan karena urgensi”.
Perubahan tersebut diumumkan oleh PM Benjamin Netanyahu sesaat sebelum ia melakukan presentasi di mana ia mengklaim menyajikan bukti bahwa Iran diam-diam mengejar program nuklir.
Amendemen yang diajukan Netanyahu tersebut sempat ditolak oleh anggota dua komite kunci di Knesset, yakni Komite Hukum dan Keadilan serta Komite Hubungan Luar Negeri dan Pertahanan. Namun, proposal tersebut diajukan kembali oleh anggota Partai Likud dan Ketua Komite Hubungan Luar Negeri dan Pertahanan Avi Dichter selama pembahasan kedua dan ketiga, hingga akhirnya lolos lewat pemungutan suara.
Meskipun Netanyahu saat ini membutuhkan persetujuan menteri pertahanan, namun tidak jarang perdana menteri dapat rangkap jabatan sebagai menteri pertahanan.
Diketahui, David Ben-Gurion, Menachem Begin, Yitzhak Rabin, Ehud Barak dan Shimon Peres pernah merangkap jabatan sebagai perdana menteri sekaligus menteri pertahanan. []
SUMBER: AL JAZEERA | TIME OF ISRAEL