Oleh. Azi Ahmad Tadjudin, M. Ag, Pengasuh Rubrik Konsultasi Hukum Keluarga Islam
SEBAGAI pengasuh Rubrik Kosultasi Hukum Keluaraga Islam islampos.com, belakangan ini hampir setiap pertanyaan yang masuk melalui email pribadi penulis, banyak didominasi oleh ‘curhat’ tentang hukum mengucapkan talak dalam keadaan marah dan emosi karena pertengkaran sengit yang tak terbendung lagi.
Namun ketika mereka sudah sadar dan kedaan sudah mereda, baru mereka menyesali perbuatannya sambil dihantui rasa harap-harap cemas dan malu-malu karena sudah terucap kata talak oleh suami, kemudian mereka kembali lagi seperti sedia kala sebagai pasangan suami-istri yang hidup bersama seperti pengantin yang baru saja mengucapkan ijab-kabul. Dan beberapa kasus ini sebelumnya sudah pernah penulis jawab dalam rubrik Konsultasi Keluarga Islam, silahkan dirujuk kembali dalam arsip.
Mencermati fenomena di atas, tentu penulis prihatin dengan kondisi ini, sekaligus hal ini menggambarkan minimnya pengetahuan mereka tentang hukum kelurga dalam Islam. Seandainya saja seorang suami faham betul bahwa arasy (singgasana Allah swt) akan bergetar jika perceraian terjadi pada keluarga muslim yang sudah diikat oleh ikatan perkawinan, tentu mereka tidak akan mudah mengumbar kata-kata talak sehebat apapun masalah yang mereka hadapi, terlebih jika setiap pasangan sadar betul dengan pesan nabi yang mengatakan bahwa perbuatan halal yang paling dibenci di sisi Allah adalah talak.
Selain itu, tingkat emosi yang lahir karena konflik rumah tangga sesungguhnya dapat dikendalikan jika setiap pasangan sadar bahwa bersatunya mereka dalam ikatan pernikahan pada hakikatnya dipersatukan oleh Allah swt. yang itu merupakan bagian dari tanda-tanda kekusaan-Nya.
Konflik dalam rumah tangga merupakan bagian dari dinamika pendewasaan yang tidak dapat dihindarkan. Banyak hal yang dapat melahirkan konflik dalam rumah tangga salah satunya karena faktor perbedaan yang sudah menjadi fitrah bawaan masing-masing setiap pasangan. Namun perbedaan pada hakikatnya bukan faktor utama penyulut konflik, tapi faktor utama penyebab konflik rumah tangga yaitu terjadinya disfungsi peran dan tanggung jawab suami-istri dalam keluarga, juga faktor minimnya pengetahuan tentang parenting nabawiyah sebagai teladan dalam membangun rumah tangga berdasarkan al-Qur’an dan Hadits.
Islam telah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk konsep kehidupan rumah tangga. Kehidupan rumah tangga itu hakikatnya adalah implikasi yang lahir dari akad pernikahan, maka dengan akad inilah segala tindak tanduk setiap pasangan terikat oleh aturan.
Keluarga akan senantiasa menjadikan halal dan haram sebagai tolak ukur dalam membangun rumah tangganya, bukan asas manfaat dalam menentukan standar hidupnya. Suami dijadikan sebagai imam dan teladan bagi istri dan anak-anaknya, begitupun juga seorang istri ia menjadi ibu sekaligus sebagai madrasah bagi anak-anaknya.
Bulan Ramadhan adalah bulan pendidikan (tarbiyyah). Banyak pesan dan makna yang dapat kita jadikan sebagai media untuk membentuk keluarga ideologis melalui bulan ramadhan diantaranya yaitu :
1. Puasa bulan ramadhan mengajarkan keluarga menumbuhkan rasa takut (al-Khasyyah) kepada Allah swt. baik dalam keadaan sepi maupun ramai. Rasa takut merupakan perwujudan dari keimanan seseorang yang akan melahirkan sifat muraqabah, yaitu sifat merasa dilihat dan diperhatikan oleh Allah swt.
2. Puasa ramadhan mengajarakan indahnya kebersamaan dan berbagi dalam keluarga. Hal ini dapat kita rasakan indahnya kebersamaan dalam Islam. Kaum muslimin berpuasa dalam waktu yang sama; begitu juga mereka berbuka dalam waktu yang sama.
Inilah sesungguhnya ikatan ukhuwwah yang terpancar dari akidah islamiyyah, mengingat bahwa kita ini memiliki Tuhan yang satu, Rasul yang satu, kiblat yang satu, al-Qur’an yang satu dan bendera yang satu yaitu laa ilaaha illa Allah.
Pada bulan inilah sesungguhnya Ramadhan mengajarkan Ukhuwwah Islamiyyah yang erat. Semoga Allah swt. berkenan melahirkan generasi dan pemimpin terbaik melalu keluarga kita. Wallahu A’lam bi Al-Shawab []