SALAH satu hal terlarang yang bisa membatalkan puasa di bulan Ramadhan adalah berhubungan suami istri (jima’). Hal itu dilarang dilakukan di siang hari, namun dibolehkan di malam hari setelah masa berbuka puasa.
Hubungan suami istri yang terjadi di siang bulan Ramadhan dapat mendatangkan ‘sanksi’ berupa puasa selama dua bulan penuh di luar bulan Ramadhan. Nah, jika hubungan suami istri akibatnya bisa sedemikian ‘fatal’, bagaimana dengan kemesraan suami istri dalam bentuk yang lainnya?
Dalam hubungan rumah tangga, kemesraan itu diperlukan untuk menciptakan kehidupan harmonis. Kemesraan itu bisa berupa interaksi fisik berupa pelukan atau ciuman; bisa juga berupa ucapan yang lembut. Bagaiamana interaksi tersebut saat berpuasa di bulan Ramadhan?
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Tidak ada perselisihan di antara para ulama bahwa bercumbu atau mencium istri tidak membatalkan puasa selama tidak keluar mani.”
Orang yang berpuasa dibolehkan bercumbu dengan istrinya selama tidak di kemaluan dan selama terhindar dari hal yang terlarang (jima’). Jadi, meskipun tetap mesra, puasanya tidak batal selama tidak keluar mani.
Dalil-dalil berikut menunjukkan bolehnya bercumbu dengan istri ketika berpuasa sebagaimana dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beberapa sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mencium dan mencumbu istrinya sedangkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan berpuasa. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan demikian karena beliau adalah orang yang paling kuat menahan syahwatnya.”
Dari Jabir bin ‘Abdillah, dari ‘Umar Bin Al Khaththab, beliau berkata, “Pada suatu hari aku rindu dan hasratku muncul kemudian aku mencium istriku padahal aku sedang berpuasa, maka aku datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku berkata, “Hari ini aku melakukan suatu kesalahan besar, aku telah mencium istriku padahal sedang berpuasa” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Bagaimana pendapatmu jika kamu berpuasa kemudian berkumur-kumur?” Aku menjawab, “Seperti itu tidak mengapa.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lalu apa masalahnya?“
Masyruq pernah bertanya pada ‘Aisyah, “Apa yang dibolehkan bagi seseorang terhadap istrinya ketika puasa? ‘Aisyah menjawab, ‘Segala sesuatu selain jima’ (bersetubuh)’.”
Apakah kondisi tersebut berlaku bagi semua kalangan baik tua maupun muda? Hal ini terkait dengan syahwat atau seksualitas.
An Nawawi berkata, “Adapun orang yang bergejolak syahwatnya, maka haram baginya melakukan semacam ini, menurut pendapat yang paling kuat dari Syafi’iyah. Ada pula yang mengatakan bahwa hal semacam ini dimakruhkan yaitu makruh tanzih (tidak sampai haram).
Sedangkan Al Qodhi mengatakan, “Sekelompok sahabat, tabi’in, Ahmad, Ishaq dan Daud membolehkan secara mutlak bagi orang yang berpuasa untuk melakukan semacam ini.
Adapun Imam Malik memakruhkan hal ini secara mutlak. Ibnu Abbas, Imam Abu Hanifah, Ats Tsauriy, Al Auza’i dan Imam Asy Syafi’i melarang hal ini bagi pasangan muda dan dibolehkan bagi yang sudah berusia senja.
Pendapat terakhir ini juga merupakan salah satu pendapat dari Imam Malik.
Ibnu Wahb meriwayatkan dari Malik rahimahullah tentang bolehnya hal ini ketika melakukan puasa sunnah dan tidak bolehkan ketika melakukan puasa wajib.
Namun, semuanya bersepakat bahwa melakukan semacam ini tidak membatalkan puasa kecuali jika keluar air mani ketika bercumbu.
Para ulama tersebut berdalil dengan hadits yang sudah masyhur dalam kitab Sunan yaitu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Bagaimana pendapatmu seandainya engkau berkumur-kumur?’ Makna hadits tersebut: Berkumur-kumur adalah muqodimah dari minum. Kalian telah mengetahui bahwa melakukan hal tersebut tidaklah membatalkan puasa. Begitu pula dengan mencium istri adalah muqoddimah dari jima’ (bersetubuh), juga tidak membatalkan puasa.”
Jadi, menurut pendapat yang lebih hati-hati, jika memang yakin tidak bisa menahan syahwat, maka sebaiknya tidak mencumbu istri. Namun jika yakin mampu menahan syahwat, maka tidak apa-apa mencumbu istri. Tetapi dengan catatan, puasanya batal jika mencumbu istri lantas keluar mani. Jika keluarnya hanya madzi, maka tidak batal puasanya menurut pendapat paling kuat di antara para ulama.
SUMBER: RUMAYSHO