TANYA: Di tempat kami terdapat banyak masjid, sebagian ada yang melaksanakan shalat dengan 8 rakaat dan sebagian 20 rakaat. Sebagiannya memanjangkan shalatnya dan sebagian lagi memendekkannya. Yang sesuai dengan sunnah Nabi itu yang mana ya?
JAWAB: Jika kita mampu maka hendaknya melaksanakan shalat di masjid pada pertengahan malam atau sepertiga malam terakhir dengan sebelas raka’at atau tiga belas raka’at sebagaimana dalam hadits Aisyah bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam tidak menambah raka’at pada bulan Ramadhan atau selainnya dari sebelas raka’at. Dan telah datang pula riwayat yang mengatakan tiga belas raka’at. Berdasarakan hadits nabi, shalat tarawih dilaksanakan pada pertengahan malam atau sepertiga malam terakhir.
”Barangsiapa yang takut akan tertidur pada akhir malam maka hendaknya dia witir pada awalnya, dan barangsiapa yang menginginkan untuk bangun di akhir malam maka hendaknya witir pada akhirnya karena sesungguhnya shalat pada akhir malam adalah disaksikan.” (HR.Muslim)
Dan ketika Umar RA keluar, beliau mendapati Ubay bin Ka’ab RA sedang melaksanakan shalat bersama mereka (orang-orang). Kemudian ia berkata, “Alangkah nikmatnya satu hal yang baru ini dan orang-orang yang tertidur darinya juga tidak mengapa.”
Maka apabila mereka mampu untuk pergi ke masjid kemudian menegakkan sunnah di sana (di dalamnya) dan melaksanakan shalat pada pertengahan malam, lalu setelahnya dengan sebelas raka’at dan mereka memanjangkannya sesuai dengan kemampuannya. Karena sesungguhnya shalat malam adalah nafilah dan bukan termasuk ke dalam shalat yang fardhu.
Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Sesungguhnya aku akan masuk (atau baru mulai) dalam shalat maka aku menginginkan untuk memanjangkannya, akan tetapi aku tidak meneruskannya karena ketika aku mendengar suara tangisan seorang bayi karena kasihan pada ibunya.”
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam mengatakan kepada Muadz bin Jabal , “Apakah engkau telah membuat fitnah, wahai Muadz?” Yaitu disebabkan karena beliau memanjangkannya di dalam shalat. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam mengatakan juga,
إِذَاصلَّىأَحدكُم لِنفْسِهِ فَلْي َ طولْ ماشاءَ وإِذَا صلَّى
بِالناسِ فَلْيخفِّف َفإِنَّ فِيهِم الضعِيف والمَرِيض وذَا
ْالحَاجةَ
“Apabila salah seorang di antara kalian shalat sendiri, maka hendaknya memanjangkan sekehendaknya dan apabila ia shalat bersama orang-orang atau bersama manusia maka hendaklah ia meringankannya karena di antara mereka ada yang lemah, ada yang sakit dan ada yang memiliki kebutuhan.”
Dalam hal ini adalah shalat fardhu, adapun di dalam shalat nafilah maka tidak wajib, bahkan seseorang boleh melaksanakan shalat sekehendaknya dan boleh bagi dia untuk beristirahat dari satu raka’at menuju kepada rakaat yang lainnya atau dia pergi dulu ke rumahnya.
Dan jika dia mampu untuk melaksanakan shalat di rumahnya, maka ini juga afdhal. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda ketika beliau shalat bersama manusia atau orang-orang dua malam atau tiga malam di bulan Ramadhan, beliau mengatakan,
”Shalat yang paling afdhal bagi seseorang adalah di rumahnya, kecuali shalat yang wajib atau fardhu.” []
Sumber: qurandansunnah – Kumpulan 44 Fatwa Muqbil bin Hadi al-Wadi’i