MEREKA, kaum ini, memiliki perawakan yang besar. Kuat dan gagah. Mereka piawai membuat bangunan-bangunan yang kokoh menjulang tinggi ke langit. Dengan kelebihan yang dimilikinya, mereka berbeda dengan kaum-kaum sebelumnya.
Bermodalkan fisiknya, kaum ini kemudian merantau. Menyambangi setiap sudut bumi, namun dengan niat tak terpuji. Mereka menindas dan menjajah. Zalim, sombong serta jauh dari kebaikan dan kebenaran. Hingga kemudian diutuslah seorang dari mereka tuk meluruskan kebengkokan itu.
Allah utus seorang laki-laki dari nasab paling mulia. Ialah Hud ‘Alaihis salam, yang diutus kepada kaum ‘Aad.
Hud ‘Alaihis kemudian berdakwah. “Sembahlah Alla Ta’ala yang tiada Tuhan (yang haq) disembah selain Dia.”
Mendengar seruan seorang Hud, para pemimpin kaum itu hanya mencibir. Tak percaya dan malah mencaci Hud, dengan menyebutnya seorang yang hilang akal. Tak waras alias gila.
“Apa? Kita harus meninggalkan Tuhan sesembahan kita yang banyak hanya untuk satu-satunya sesembahan?” ujar mereka dengan congkaknya.
Memang tak semua dari kaum ‘Aad menolak. Ada yang mengikuti dakwah Nabi Hud ‘Alaihis salam, tapi itu hanya segelintir orang. Dan itu pun dengan cara sembunyi-sembunyi.
Kaum itu makin jumawa, congkak. Tak hanya menolak ajakan Hud, lebih dari itu menantang nabi agar Allah turunkan adzab bagi mereka.
“Kelak, azab pasti datang. Aku menunggu sebagaimana kalian juga menunggu,” tegas Hud ‘Alaihis salam.
Sekian lama berkubang dalam kesesatan, syirik, dan sombong, azab pun lalu ditunaikan.
Dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Imam Ibnu Katsir menyebutkan Allah Ta’ala memberikan azab kepada kaum ‘Aad berupa hembusan angin kencang yang menerbangkan mereka.
Kaum ‘Aad diangkat sangat tinggi, terbang bagaikan gerudukan sampah yang ditiup angin lalu. Seketika dihempaskan ke bumi, jatuh bebas. Kepala mereka jatuh terlebih dahulu. Tubuh mereka tercerai berai, patah. Bahkan ada kepala mereka yang terpisah dari tubuhnya.
“Allah Ta’ala membinasakan mereka melalui embusan angin yang sangat kencang yang dapat menerbangkan salah seorang dari mereka ke udara, lalu menjatuhkannya ke bumi dengan kepala di bawah sehingga kepalanya terpisah dari badannya.” tulis Imam Ibnu Katsir menjelaskan di dalam Tafsirnya.
Beliau pun mengutip Firman Allah Ta’ala, “Seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk).” (Qs. al-Haqqah [70]: 7). []
Disadur dari Kisahikmah.