BULAN Ramadhan merupakan bulan penuh berkah. Di dalamnya banyak terkandung hikmah. Namun, tak semua orang mengetahui dan mampu meraihnya.
Mengenai rahasia yang terkandung dalam ibadah puasa, Imam al Ghazali mengungkapkan dalam bukunya yang berjudul Ihya Ulum al Din.
Menurut Al Ghazali, ada tiga tingkatan dalam berpuasa.
1. Puasa umat muslim pada umumnya. Ini untuk menahan diri dari makan, minum, dan dari gairah seksual. Ini adalah jenis terendah dari puasa.
2. Puasa dari beberapa Muslim terpilih. Dalam puasa jenis ini, selain hal-hal di atas, seseorang harus menahan dirinya dari dosa-dosa yang dilakukan tangan, kaki, penglihatan, dan anggota tubuh lainnya.
3. Puasa tingkat tertinggi. Orang-orang ini menjaga puasa pada pikiran. Dengan kata lain, mereka tidak memikirkan hal lain kecuali Allah dan akhirat. Mereka hanya memikirkan dunia dengan tujuan akhirat karena itu adalah tanah benih untuk masa depan. Seorang bijak berkata: Satu dosa tertulis dibuat dan dipersiapkan hanya untuk membatalkan usaha puasa seseorang pada siang hari. Golongan orang tertinggi ini adalah para Nabi dan orang-orang yang dekat dengan Allah. Puasa semacam ini dapat dilakukan setelah seseorang mengorbankan diri dan pikirannya sepenuhnya kepada Allah.
Kata Al Ghazali, agar mencapai kesempurnaan, puasa dari orang shaleh yang terpilih itu harus menitikberatkan pada 6 perkara yang jadi tugasnya.
1. Untuk menahan pandangan mata dari apa yang buruk dan dari hal-hal yang mengalihkan perhatian akan ingatan kepada Allah. Nabi berkata: Penglihatan mata adalah panah beracun dari panah iblis. Jika seseorang menyerah, Allah memberinya keyakinan seperti itu sebagaimana dirasakan oleh pikirannya.
2. Untuk menahan lidah dari pembicaraan yang tidak berguna, berbohong, menjelek-jelekan orang, memfitnah, berbicara kasar, kecabulan, kemunafikan dan permusuhan, untuk mempraktekan keheningan dan untuk menjaga lidah sibuk dengan berdzikir dan membaca Al-Quran.
3. Untuk menahan telinga dari mendengar pembicaraan yang buruk, karena apa yang haram untuk diucapkan juga haram untuk didengar. Untuk alasan ini, Allah menempatkan pemakan makanan yang haram dan pendengar kata-kata yang haram berada pada tingkat yang sama. Nabi juga berkata: Orang yang menjelek-jelekan dan orang yang mendengarkannya dosanya sama.
4. Untuk menyelamatkan tangan, kaki, dan organ lainnya dari dosa, dari perbuatan jahat dan untuk menyelamatkan perut dari hal-hal yang meragukan pada saat berbuka puasa. Tidak ada maknanya jika berpuasa dari makanan halal namun berbuka dengan makanan haram. Dia seperti orang yang menghancurkan satu kota untuk membangun sebuah bangunan.
5. Untuk makan begitu banyak pada saat berbuka puasa sampai perut penuh, bahkan meskipun itu makanan halal. Perut yang dipenuhi dengan makanan halal yang terlalu banyak lebih dibenci ketimbang hal lainnya. Tujuan dari puasa adalah menjaga agar perut kosong supaya dapat mengendalikan nafsu dan meningkatkan ketakutan terhadap Allah.
6. Untuk menjaga pikiran orang yang berpuasa berada di antara rasa takut dan harapan, karena dia tidak tahu apakah puasanya akan diterima atau tidak, apakah dia akan berada di dekat Allah atau tidak. Ini harus menjadi kasus untuk setiap ibadah. []
SUMBER: ABU HAMID MUHAMMAD AL-GHAZALI | IHYA’ ‘ULUM AL-DIN VOL.1 | DARUL-ISHAAT