Oleh: Riry UmmuAzzam
Kontributor Islampos di Malaysia
ummuazzam1983@gmail.com
HARI itu adalah ramadhan nan syahdu, sekelompok muslimah dalam sebuah majelis ilmu mengadakan kunjungan ke rumah teman mereka yang sedang sakit. Beberapa hadiah dipersiapkan untuk sang teman. Aku adalah salah satu dari belasan bingkisan cantik yang dibawa oleh rombongan muslimah tersebut.
Kuperhatikan bingkisan buah-buahan berpita-pita di depanku, ada pula sepasukan stoples kue muih yang dihiasi kertas warna-warni, sebuah tas indah berisikan kaligrafi yang cantik, dan ada juga mainan anak-anak, beberapa helai busana, beberapa kotak yang lucu, mungkin untuk anggota keluarga yang akan dikunjungi. Kudengarkan bisikan halus dzikir kepada Sang Khaliq dari mulut seorang muslimah yang memegangku selama dalam perjalanan.
BACA JUGA: Aku Paling Stres kalau Mudik ke Mertua
Kemarin si A bilang padaku, “Assalamu’alaykum … kamu adalah bingkisan tercantik buat sahabat baik kami. Insya Allah kamu pasti disukainya. Sebenarnya, aku pun menyukaimu, makanya kamu pun kupilih saat membeli ragam barang di kedai tadi. Sungguh bahagia aku dapat menghiasimu dengan kertas hijau yang dianyam ini, cantik sekali, masya Allah!” aku tersenyum turut senang. Berada di rumah A yang nyaman, aku terbawa kesyahduan, apalagi saat A menguntai doa di kala malam, ternyata ia mendoakan banyak sahabatnya, termasuk yang sedang sakit tersebut.
Si B pun menghampiri ketika menjemput A, aku digendong oleh B dengan pujian yang amat mulia, “MasyaAllah… cantiknya bingkisan ini!” Aih, memang A sangat pandai merapikan diriku. Sungguh beruntungnya aku. Kemudian C dan D pun turut memegang bergantian, saat itu keduanya berdecak kagum seraya saling membantu menyusuni beberapa barang bawaan di mobil.
Lamunanku terburai, kami telah tiba di rumah si E, dan seperti dugaan teman-temannya, si E bahagia sekali saat menerima banyak bingkisan dalam kunjungan ini. Masya Allah, si E langsung memelukku erat dan mengucapkan kalimat hamdalah berpuluh kali, serta memeluk sahabatnya satu-persatu. Aku merasakan kehangatan dan keceriaan mereka. “Bingkisan ini pasti mahal sekali…” gumam E.
Di malam hari, aku terkejut melihat si E berurai air mata. Ternyata ia tengah berdoa dalam qiyamul-lailnya, nama Allah Sang Maha Kuasa senantiasa disebutnya. Aku tambah bahagia berada di ruangan itu. Subhanalloh walhamdulillaah…
Esoknya setelah dhuha, si E berkata kepadaku, “Aku sayang padamu…. Betapa cantiknya duhai bingkisan, dan betapa beruntungnya aku telah memilikimu. “ aku tersipu malu.
Namun ia melanjutkan, “Nanti kamu mau kuberikan kepada F yah, sebab aku begitu menyayangimu… dan F sepertinya sangat memerlukanmu. Aku yakin, Allah ta’ala tambah menyayangiku ketika aku memberikan hadiah yang kusayang kepada orang yang lebih memerlukan.” Sungguh, aku terpana dan terkagum-kagum.
Tak kusangka beberapa jam saja, sudah beda lokasi diri, aku berada di tempat si F. “Subhanalloh… walhamdulillah, alangkah cantiknya….” Sosok wanita paruh baya yang kusebut F itu pun tiada henti memuji nama Allah azza wa jalla. Kudengarkan lantunan ayat suci al-Quran dari lisannya, merdu sekali. Aku betah di sini.
Lagi-lagi tak kusangka beberapa hari setelah itu, F menuju ke kota lain, lalu aku berpindah tangan, si G menerimaku dengan riang gembira. Tanpa basa-basi, ia pajang diriku di ruang tamunya, ia sangat menyukai kemasan anyaman hijau pelindungku. “Cantik sekali, bingkisan ini beli dimana yah?” si G bergumam sendiri, Aku tersipu malu.
Beberapa minggu di rumah G, belum ada perubahan apapun terhadapku, H datang bertamu. Sepulangnya, H membawaku dengan bahagia, G memberi beberapa bingkisan kepada H termasuk diriku. Sudah berminggu-minggu, aku disimpan H di tempat yang nyaman dalam lemarinya. Lalu ternyata H mengunjungi si I, berpindahlah diriku ke tangan I.
“Subhanalloh, keren dan cantik sekali!” I berseru saat menerimaku, seraya merangkul H. Alangkah indahnya ukhuwah. Aku merasakan kemesraan di antara rangkulan mereka. Namun belum dua puluh empat jam di rumah I, aku sudah pindah ke tangan J. Si I berkata, “Bingkisan yang cantik, kamu terlalu cantik buat kusimpan sendiri… Aku yakin, si J pasti bahagia sekali jika kamu kuhadiahkan untuknya…” aku sungguh terharu.
Begitulah, tak kusangka setahun berlalu sudah, aku berpindah dari satu tangan ke tangan lainnya, tanpa banyak perubahan, anyaman di punggung pelindungku tetap rapi. Entah sudah beberapa kota kulalui, aku tetap dipegang dengan lemah lembut, dijaga untuk tetap rapi, dan dipuji dengan penuh pesona. Alhamdulillah…
Suatu hari aku sudah berada di tangan si S, ternyata S mengajakku bepergian. Ia mampir ke kedai tas kain, lalu membeli sehelai tas berukuran sedang, berwarna merah muda. Aku dimasukkan ke dalam ta situ. “Tambah cantik, kamu!” gumamnya, aku sungguh teruja, Oh terima kasih atas banyaknya perjalanan ini, ya Allah, gumamku.
Tak kuduga, S berkunjung ke rumah saudaranya. Ia berikan aku sebagai hadiah. Saudaranya senang sekali.
Begitu kurasakan badanku dikeluarkan dari tas merah muda, kutatap seseorang yang berteriak kecil, “Haaaa?! Subhanalloh…. Ini kayaknya bingkisan yang kubungkus tahun lalu, benar gak sih?” tak lain dan tak bukan, di hadapanku adalah si A.
Aku menangis terharu saat ia memelukku, “Benar…ini aku! Kamu A yang membungkus sedemikian cantiknya diriku di tahun lalu!” bisikku histeris. Takdir Allah Subhanahu wa ta’ala bahwa aku memang mesti dipakai oleh si A.
BACA JUGA: Ini 15 tips Mudik Sehat dan Nyaman Menurut Menkes
Perjalanan ini membuatku sangat bersyukur, sungguh benar bahwa kebaikan-kebaikan bagaikan rantai nan kuat, bagaikan aliran energi nan menular, dan kebaikan seseorang akan kembali kepada dirinya sendiri pula. Kupandangi A yang tengah mengaji, “Kebaikanmu adalah energi yang memantul, pantulannya jauh kemana-mana, dan juga kembali memantul buat dirimu, duhai A….”
Tabarokalloh para pecinta kebaikan, semoga kita menjadi bingkisan cinta pengikat ukhuwah Islamiyah dimana pun berada. []
@bidadari_Azzam, Kuala Lumpur, awal November 2017