KAPAL motor (KM) Sinar Bangun karam di perairan Danau Toba pada Senin (18/6/2018) lalu, karena diduga kelebihan muatan. 180 penumpang kapal dilaporkan hilang, 21 orang ditemukan, 18 orang diantaranya selamat sementara 3 lainnya ditemukan dalam kondisi telah meninggal dunia.
Keselamatan dalam perjalanan, tentunya harus menjadi perhatian utama semua pihak. Di antaranya adalah jangan mengabikan standar-standar keamanan, karena kecelakaan dapat terjadi kapanpun di manapun dan menimpa siapapun meski tak pernah diharapkan,
Dalam kasus tenggelamnya sebuah kapal, berikut kiat-kiat yang dapat diupayakan agar kita bisa selamat:
1. Pakai pelampung duluan
Pastikan Anda mengetahui di mana letak pelampung atau life jacket dalam kapal yang ditumpangi.
2. Jangan naiki kapal jika penuh
Stuart McDonald, seorang pelancong dari Travelfish.org, menuliskan kiat keselamatan naik kapal laut sesuai pengalamannya naik kapal laut di Asia Tenggara selama ini.
Salah satu sarannya adalah jika perahu penuh, jangan memaksa naik. Jika sopir mabuk, jangan naik juga.
3. Duduk dekat pintu keluar
Stuart menyarankan agar para penumpang duduk di atap kapal (jika mungkin, dan jika nampak aman).
Jika tidak, duduklah di dekat pintu atau jendela. Tapi pastikan pintu dan jendela itu bisa dibuka dan muat untuk jalan keluar.
4. Mengapung lebih baik dari berenang
Jika kapal tenggelam, disarankan untuk mengapung saja. Lawan insting yang memaksa kita untuk berenang, cukup mengapung saja.
Royal National Lifeboat Institution (RNLI), sebuah lembaga asal Inggris yang berfokus pada penyelamatan di laut menjelaskan, bahwa korban kapal yang karam harus berusaha untuk mengapung.
Mengapung dengan tenang setelah tercebur ke air, punya kemungkinan besar selamat daripada langsung berenang. Insting untuk langsung berenang dan panik, justru meningkatkan kemungkinan air masuk ke paru-paru, dan membebani jantung.
Namun masalahnya, menurut survei RNLI, hanya 3 persen responden yang mengatakan mereka akan mencoba mengapung jika terjatuh ke air. 40 persen mengatakan bahwa reaksi otomatis mereka adalah berenang.
“Penting sekali untuk mencoba mengabaikan insting untuk langsung berenang,” kata Manajer Keamanan Pesisir RNLI Ross Macleod. Dia meminta semua orang untuk mempelajari dan melatih keterampilan mengapung di air, karena itu bisa menjadi pembeda antara hidup dan mati.
Kisah seorang penumpang yang mampu bertahan hidup dengan mengapung di Danau Toba
Pada 2015 lalu, Fransiskus Subihardayan (saat itu usianya baru 22 tahun) selamat setelah tiga hari mengapung di Danau Toba.
Fransiskus adalah satu dari lima penumpang Helikopter Eurocopter EC-130 yang lepas landas dari helipad Siparmahan, Pulau Samosir, di tengah Danau Toba, Minggu 11 Oktober 2015. Helikopter tersebut seharusnya tiba di Bandara Internasional Kualanamu, pukul 12.45 WIB, namun tidak pernah mendarat.
Menurut Fransiskus, yang paling utama yang dia lakukan ketika helikopter yang dia tumpangi jatuh di perairan Danau Toba, adalah tenang.
Setelah itu Fransiskus berusaha tidak banyak bergerak dan berusaha mengapung. Dia memasukkan enceng gondok yang dia temukan di sekitarnya, ke dalam bajunya untuk membantunya mengapung dengan lebih mudah.
Selama tiga hari terapung, Fransiskus tidak makan. Tapi karena terapung di danau air tawar, dia dapat minum air danau untuk menghindari dehidrasi.
“Korban dalam kondisi lemas, kita temukan di perairan dekat Desa Onan Baru sekitar pukul 13.00 WIB,” kata juru bicara Basarnas Medan, Hisar Turnip, kepada wartawan BBC Indonesia pada tahun 2015. Fransiskus ditemukan pada Selasa siang, dan helikopter jatuh pada Minggu siang.
Berdoa sebelum perjalanan sebagai bentuk kepasrahan total kepada Sang Pencipta
Upaya-upaya di atas adalah langkah konkrit ketika terjadi kecelakaan yang tentunya sangat tidak diharapkan.
Sejatinya, agar perjalanan kita dilindungi oleh-Nya, kita lantunkan doa sebagai berikut:
Jika sudah berada di atas kendaraan untuk melakukan perjalanan, hendaklah mengucapkan, “Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar.” Setelah itu membaca,
سُبْحَانَ الَّذِى سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِى سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِى السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِى الأَهْلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِى الْمَالِ وَالأَهْلِ
“Subhanalladzi sakh-khoro lanaa hadza wa maa kunna lahu muqrinin. Wa inna ila robbina lamun-qolibuun[1]. Allahumma innaa nas’aluka fii safarinaa hadza al birro wat taqwa wa minal ‘amali ma tardho. Allahumma hawwin ‘alainaa safaronaa hadza, wathwi ‘anna bu’dahu. Allahumma antash shoohibu fis safar, wal kholiifatu fil ahli. Allahumma inni a’udzubika min wa’tsaa-is safari wa ka-aabatil manzhori wa suu-il munqolabi fil maali wal ahli.”
(Mahasuci Allah yang telah menundukkan untuk kami kendaraan ini, padahal kami sebelumnya tidak mempunyai kemampuan untuk melakukannya, dan sesungguhnya hanya kepada Rabb kami, kami akan kembali. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan, taqwa dan amal yang Engkau ridhai dalam perjalanan kami ini. Ya Allah mudahkanlah perjalanan kami ini, dekatkanlah bagi kami jarak yang jauh. Ya Allah, Engkau adalah rekan dalam perjalanan dan pengganti di tengah keluarga. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesukaran perjalanan, tempat kembali yang menyedihkan, dan pemandangan yang buruk pada harta dan keluarga). (HR Muslim No. 342). []
Sumber: BBC | Travel Fish | Rumaysho