Oleh: Lashira Inara
Aktivis Mahasiswi Malang
MELIRIK sebuah fenomena kehidupan, mereka berjalan dengan beriringan seolah semua punya kesibukan. Satu dua detik kemudian kondisipun berlanjut, mereka tak lagi berada di tempat yang sama namun berhijrah pada kondisi dan tempat yang lain. Mengalirnya waktu membuat setiap makhluk beraktivitas, mencari sesuatu apa yang bisa ia cari, mengejar semua hal yang ingin dia kejar, dan berupaya pada semua hal yang menjadi tujuan.
Harapan-harapan besar selalu terngiang-ngian di kepala, ingin begini dan ingin begitu. Hidup memang untuk mendapatkan satu kata yakni kebahagiaan. Sudah menjadi kebiasaan, melihat bayi baru lahir yang memunculkan rasa bahagia, atau dengan kematian yang kerap membuat khawatir. Semua pasti mendapat giliran, sekarang hanya menunggu sebuah ketetapan yang telah ditulisakan.
BACA JUGA: Muslim Takut Mati, Bagaimana Menyikapinya?
Kematian, rasanya tak sedikit yang merasa takut menyambutnya. Bukan karena di dunia merasa tak bahagia tapi masih ada keraguan yang besar apakah setelah kematian akan merasa bahagia. Sedangkan otak ini tidak sanggup menebak tempat mana yang akan kita tempati di akhirat yakni surga ataukah neraka. Keraguan-keraguan itu semakin memuncak tat kala, satu persatu orang yang kita kenal mengakhiri hidupnya. Surga atau neraka, dua tempat yang dijanjikan oleh Allah bagi setiap manusia setelah hari perhitungan. Tentu ketika ditanya mana yang anda pilih? pasti Surga yang diharapnya.
Awal Meraih Surga adalah Kematian
Kematian bukanlah akhir dari proses panjang kehidupan ini, tetapi awal diraihnya sebuah hasil kerja keras di dunia dalam makna aktivitas yang dilakukan. Jika ingin masuk surga maka matilah dulu, karena surga didapatkan setelah kematian.
Dalam konsep manajemen produksi Hasil itu didapatkan dari input yang masuk dan input tersebut melalui suatu proses maka jadilah sebuah output (hasil). Input dan proses yang benar akan menghasilkan output yang baik. Dan begitupun sebaliknya input yang rusak (salah) dan proses yang salah akan menghasilkan output yang rusak.
Begitupun dengan manusia, manusia adalah subjek pelaksana aktivitas kehidupan dan dia jualah yang akan merasakan hasilnya. Bagi seorang Muslim, tentu dia akan memahami bahwa islam terdiri dari Fikroh (konsepsi/pemahaman) dan Thariqoh merupakan metode pelaksanaan fikroh tersebut. Fikroh dan thoriqoh ini tidak bisa dipisahkan, jika keduanya dipisahkan sama saja dengan menjalankan hukum syara’ sebagian. Meyakini tetapi tidak menjalankan, atau meyakini tetapi dilakukan dengan cara yang salah, maka itu adalah salah dan tidak akan sampai pada hasil yang benar (baik).
Maka islam tidak hanya menjadi sebuah pemahaman semata, tetapi harus dilaksanakan dengan benar agar sampai pada tujuan dengan benar dan mendapatkan hasil yang benar pula. Lalu bagaimana caranya?
Pertama, Memahami konsepnya, mengkaji islam sebanyak-banyaknya sampai akhir hayat.
Janganlah tergoda dengan bisikan setan dengan perkataan “orang yang banyak paham islam adalah radikal atau kalau orang ikut kajian-kajian nanti kebablasan ikut aliran-aliran sesat dan jadi teroris”. Pahami islam lebih mendalam, karena inilah bekal anda menuju akhirat.
Kedua, setelah di pahami tentu ilmu menjadi sia-sia jika tak diamalkan.
Bagian dari pahala yang akan di raih yakni dengan mengamalkan seluruh aturan islam, jika sebagian bagaimana? maka yang sebagian itu jika tidak dilaksanakan akan menjadi jalan bertambahnya dosa, dan itu akan menghambatmu masuk surga.
Allah berfirman: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (TQS: An-Najm : 39).
Semua amal yang telah ia lakuakan, jika amalnya baik maka dia akan mendapatkan yang baik pula, jika amalnya banyak bermaksiat kepada Allah maka ia akan mendapatkan keburukan nanti dihari pembalasan.
Ketiga, Sampaikan kepada manusia yang lain, karena fikroh islam harus di sebar luaskan dan ini juga bagian dari hukum syara’ yang diperintahkan.
BACA JUGA: Kematian Pasti Datang Tiba-tiba
Maka pada tahap ketiga inilah, manusia lebih mudah mendapatkan pahala karena ada amalan jariyah yang ia dapatkan jika hidayah sampai pada muslim yang lain melalui lisannya.
Bagi yang suka membaca sejarah, pasti tahu tentang kisah keluarga Yasir yang terdiri dari Yasir, Sumayyah (istri Yasir), dan Ammar bin Yasir (anak Yasir). Kisah mereka memperlihatkan kepada kita tentang merangkai kematian yang indah. Apa yang dikatakan Sumayyah saat disiksa dan ditusuk kemaluannya oleh kafir Qurays saat itu? Sumayyah berkata, “wahai Rosulullah, sesungguhnya aku telah melihatnya (melihat Surga).”
Keyakinan terhadap islam dan Janji Allah, tidak menggoyahkan keimanannya bahkan ancaman kematian tidak membuatnya merasa khawatir, tetapi malah menambah keyakinannya. Karena kematian itu begitu indah baginya dan ia akan meraih hasil yang telah ia usahakan. Wallahu al’lam. []