SERUPA degup napas adamu mendetak saban waktu di jantungku. Menjadi isyarat penghidupan, lalu bagaimana caraku melupakanmu? Sedang dalam hati telah mendoa segala tentangmu. Perihal rindu, cinta, kasih sayang dan kesetiaan di relung kalbu.
Aku tidak tahu kapan cinta ini datang atas namamu. Namun dalam diam, telah kusediakan sebentuk hati untuk mengasihimu. Meski tiada terujar namun kulekat ingatan tentangmu dalam debar. Meski tiada kukabar namun rimbun kenang atasmu kian membelukar. Lalu bagaimana caraku melupakanmu?
Mencintaimu dalam diam membuat hati jadi pesakitan. Hanya saja saat ini hatiku belum diberi kesanggupan menyimpul temali ikatan. Sungguh pun ingin kutawarkan bahuku untukmu bersandar, ingin kutawarkan bibirku untuk melisankan Al-Qur’an bersamamu dengan sebenar. Namun menafkahimu secara lahir-batin belum kueja dengan iman yang tegar.
Aku masih tertanggung amanah untuk membahagiakan orang tua, sederhana saja, bersegera merengkuh gelar sarjana. Namun, tertagih janji haruslah kutepati, jika ingkar kepada ayah dan ibu tentu celakalah diri ini. Menafkahimu lahir dan batin masih mungkin kulakukan, tetapi piutang gelar yang mewujud nazar mesti dahulu kutunaikan. Besar harapku, bersabarlah, kelak akan kulisankan perihal hati yang tiada mampu melupakanmu.
Aku hanya mampu menitipkan penjagaan hatimu pada Tuhan. Berharap, kebaikan cinta yang kusediakan untukmu dapat terhantar meski tak kuujarkan. Sungguh, bukan tak ingin kukabarkan pada semesta betapa dalamnya rasa inginku memuliakanmu dalam cinta yang tiada berkesudahan. Hanya saja, aku takut jika semesta mengabarkannya padamu, lalu engkau menyambutnya niscaya kita akan menyatu rasa dalam pacaran, jika ini terjadi bukankan diriku merendahkan derajatmu sebagai kecintaan?
Kecintaan menyaran maksud menyempurnakan separuh agama, jika hanya sekadar pacaran itu masih sebatas kesukaan saja. Padahal, kita sama tahu, keberanian terbesar seorang pecinta bukan diukur dari betapa mahirnya berucap kata cinta atas nama pergaulan batin yang hanya sebatas rasa suka, tetapi kesanggupan hidup-matinya untuk sekarib rumah tangga sakinah, mawaddah, wa rahmah atas kehendak-Nya.
Aku mencintaimu, maka sudah kewajibanku memuliakanmu dalam doa. Menyelamatkanku dan dirimu dari potensi berbuat zina. Kesucian lahir-batinmu mesti kujaga, hingga cincin melingkar di jari manis kita sebagai petanda kau dan aku telah menjadi suami istri yang saling bersetia di dunia dan Insya Allah sampai surga-Nya. []
Arief Siddiq Razaan, 25 Oktober 2015