ANDA pernah bertemu dengan orang orang yang habis memakan makanan yang sangat menyengat baunya ketika ke masjid. Mungkin mereka habis makan jengkol atau petai atau bawang putih. Bagaimana hukumnya memakan makanan tersebut dalam Islam?
Sebenarnya, Islam tidak mengharamkan jenis makanan tersebut.
“Barangsiapa yang memakan bawang putih atau bawang merah hendaklah menjauhi kita atau menjauhkan dari masjid kita dan sebaikya tinggal di rumahnya.” (HR. Bukhari).
Idealnya, seorang Muslim tidak cukup makan makanan yang halal, tetapi juga yang thayyib alias baik (lihat QS Al-baqarah: 168, QS. Al-Ma’idah: 88, QS. Al- anfal: 69 atau QS. An-Nahl:144). Dengan memakan makanan yang halal dan tayib, kita bisa mendapatkan keuntungan yang optimal dari makanan tersebut, baik keuntungan lahir maupun batin, bahkan bisa menjadi amal ibadah dan cermin rasa syukur kita kepada Allah SWT (QS. Al-Baqarah:172) sekaligus meredukasi aneka keburukan yang kerap ditimbulkan oleh makanan yang kurang baik.
BACA JUGA: Suka Jengkol? Ini Baik dan Buruknya
Apabila kita beritikad baik untuk senantiasa makan makanan yang halal yang tayib, ada tiga hal yang setidaknya harus kita perhatikan. Pertama, makanan tersebut harus memiliki kandungan gizi yang memadai dan dibutuhkan tubuh, agar tubuh mendapatkan asupan gizi yang cukup, Allah SWT menganjurkan kita mengonsumsi daging segar semacam ikan (QS An-Nahl:14); makanan nabati (QS Al-Mu’minun:19); daging hewan ternak berikut air susunya (QS Al-Mu’minun: 21), termasuk pula madu sebagai obat dan penguat tubuh (QS An-Nahl:69). Kedua, makanan tersebut aman dan dan sehat dikonsumsi. Artinya, makanan tersebut memenuhi syarat proporsional dan seimbang. Baik menurut A belum tentu baik menurut B. Baik bagi bayi belum tentu baik menurut orang dewasa. Baik menurut orang sakit belum tentu baik menurut orang sehat. Seperti teh manis baik bagi orang yang sehat, tetapi sangant buruk bagi pengidap diabetes. Adapun seimbang artinya sesuai kebutuhan, tidak terlalu berlebihan atau berkekurangan, tidak pula melampaui batas keawajaran. Allah SWT berfirman, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak meyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf:31).
Berdasarkan hal ini, ada beberapa jenis makanan yang dimakruhkan oleh Rasulullah SAW, salah satunya adalah makanan yang memiliki bau menyengat seperti bawang putih dan bawang merah. Dalam beberapa hadits, kita akan menemumukan pernyataan dari Nabi SAW yang menganjurkan kita untuk tidak mengonsumsi makanan ini, khususnya ketika hendak bertemu dengan orang lain, seperti sholat berjamaah di mesjid.
“Barangsiapa yang memakan bawang putih atau bawang merah hendaklah menjauhi kita atau menjauhkan dari masjid kita dan sebaikya tinggal di rumahnya.“ (HR. Bukhari).
BACA JUGA: Semur Jengkol? Hmm…
Kemudian, masih dari Jabir bin Abdullah r.a., Nabi saw. Pun bersabda, “ Barang siapa yang memakan biji-bijian ini, yakni bawang putih (suatu kali beliau mengatakan, ‘ Barang siapa yang memakan bawang putih dan bawang merah, dan kurats sejenis mentimun), janganlah dia mendekati mesjid kami karena malaikat merasa terganggu dengan hal yang membuat Bani Adam (manusia) terganggu.” (HR Muslim).
Di dalam hadis ini, Nabi SAW hanya menyebutkan bawang merah dan bawang putih dalam masyarakat tempat belia hidup, makanan jenis inilah yang dikenal memiliki bau menyengat. Memang, ada kebiasaan dari masyarakat muslim di Timur Tengah atau di Semenanjung India untuk mengonsumsi bawang merah atau bawang putih yang berlebihan, terkadang, bawang Bombay muda dijadikan sebagai lalapan. Dalam konteks masyarakat Indonesia, yang termasuk “ keluarga” makanan berbau menyengat adalah jengkol dan petai. Bahkan boleh jadi, kadar baunya lebih menyengat daripada bawang Bombay, di sini termasuk pula tembakau atau rokok yang asapnya menimbulkan bau di mulut dan pakaian.
Sejatinya aneka bawang, jengkol, dan petai halal dimakan dan boleh diperjual belikan, akan tetapi ada mudharat yang ditimbulkan. Efek yang paling khas adalah baunya yang sangat mengganggu, inilah kemudian yang menyebabkan makanan ini dimakruhkan untuk kita makan, khususnya pada saat hendak pergi ke masjid. Kita dapat membayangkan atau bahkan pernah mengalami, jika ada orang pergi ke masjid tanpa menghilangkan bau mulutnya terlebih dahulu dari makanan tersebut, kita yang ada di samping orang tersebut menjadi sangat terganggu dengan bau tidak enak yang ditimbulkannya.
Ada banyak pelajaran berharga yang kita dapatkan dari anjuran Rasulullah SAW Ini yang seharusnya kita taat dan laksanakan sebaik mungkin sebagai berikut.
Pertama, larangan mengganggu orang lain dengan segala jenis sarannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Di dalam hadis di atas, terdapat sarana yang telah dinyatakan berdasarkan nash maka menggolongkan yang lain kepadanya, semacam jengkol, petai, tembakau, atau rokok, adalah benar dan sesuai dengan metode qiyas.
Kedua, kita jangan sampai ketinggalan salat berjamaah yang sangat utama hanya karena “ hal yang sepele.” Itulah sebabnya kita dianjurkan tidak mengonsumsi makanan berbau menyengat sebelum pergi ke mesjid atau ke tempat berkumpulnya orang-orang, kecuali kalu kita bisa membersihkannya terlebih dahulu sehingga tidak tercium lagi baunya. Namun,ada yang terlarang yaitu apabila kita sengaja memakan jengkol dan kawan-kawannya itu sebagai sebuah rekayasa agar kewajiaban hadir di masjid menjadi gugur.
Ketiga, larangan makan bawang putih dan sejenisnya bukan karena keharamannya, dalam sebuah hadits Rasulullah SAW memperbolehkan para sahabat memakannya. “Sesungguhnya beliau disuguhi bungkusan berisi biji-bijian hijau, lantas mencium darinya, lalu beliau diberitahu mengenai biji-bijian apa itu. Lantas beliau bersabda, dekatkanlah kemari beliau mengatakan hal itu kepada sebagian sahabat yang bersamanya pada saat melihatnya, beliau tidak suka untuk memakannya seraya bersabda, ‘ makan saja, sesungguhnya aku sedang bermunajat kepada dzat yang tidak kalian munajati, “ (HR Muslim). Dengan demikian, berpantangannya Rasulullah SAW dalam memakannya tidak menunjukan kepada pengharaman.
Keempat pelarangan, ini dapat menghindarkan kita dari menjadi pribadi yang memiliki imej buruk di mata orang lain. Apabila kita sering tampil “ apa adanya” ketika ke masjid seperti dengan pakaian yang bau rokok atau mulut bau jengkol, pete, dan bau lainnya yang tidak nyaman, orang pun akan mencap kita sebagai orang jorok, kurang beradab, tidak mampu mengurus diri, dan sebagainya. Jika sudah demikian, orang pun akan malas dekat dengan kita. inilah yang kemudian menghambat pola interaksi yang akrab, positif, dan berkesinambungan. Jalan rezekipun perlahan akan terhalangi. Akan lebih berbahaya apabila yang dicap buruk ini adalah seorang pendakwah atau kalangan yang dihormati seperti guru, ustadz, pemimpin, dan sebagainya. Ada banyak kebaikan yang akan terhambat dan ada banyak kemudaratan yang akan timbul.
BACA JUGA: Makan Petai atau Jengkol, Apa Hukumnya dalam Islam?
Kelima, beberapa makanan berbau tajam, khususnya jengkol, memiliki komposisi gizi yang kurang support untuk kesehatan tubuh, malah sebaliknya bisa membahayakan apabila sering dikonsumsi dalam jumlah banyak. Hasil penelitiian membuktikan bahwa biji jengkol mengandung asam jengkolat sebagai komponen terpenting. Strukturnya mirip dengan asam amino sistein (pembentuk protein) yang mengandung unsure sulfur sehingga ikut berpartisipasi dalam pembentukan bau dan tidak dapat dicerna sehingga manfaatnya bagi tubuh sangat minimal. Molekul ini pun terdapat dalam bentuk bebas dan sukar larut kedalam air.
Karena itu dalam jumlah tertentu asam jengkolat dalam tubuh yang akan dapat menyumbat saluran air seni. Jika Kristal yang terbentuk tersebut makin banyak, dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan gangguan pada saat mengeluarkan air seni. Bahayanya akan makin besar apabila sampai terjadi infeksi.
Dengan demikian, jengkol, petai, bawang putih, bawang merah, bawang Bombay, dan lainnya tidak apa-apa, asal jangan berlebihan dan pastikan baunya tidak mengganggu orang lain. Semoga jawaban ini bermanfaat. Wallahualam. []