Oleh: Raya Azzuri
MENJELANG Maghrib warung kami tutup karena para santri sudah waktunya bersiap ke masjid. Ada yang saya ingat dari pembicaraan ibu ketika usai shalat maghrib. Kami biasa berbincang sejenak untuk menghilangkan rasa capek setelah seharian berdagang.
“Alhamdulillah, kalian tidak perlu berdagang berkeliling seperti Ibu kecil dulu. Kalian hanya perlu melayani tanpa harus merasakan teriknya panas, dinginnya air hujan,” cerita ibu pada saya.
Saya hanya mendengarkan beliau.
“Ibu seperti ini berkat doa nenekmu, dahulu,” lanjutnya.
BACA JUGA: Tidak Ibadah, Doa Ibu Tetap Menembus Langit?
“Maksudnya, bu?” saya heran.
“Dulu, setiap pulang sekolah, ibu selalu ingin jajan. Ibu ambil lah uang Rp. 5 dibawah kasur nenek. Suatu ketika, ibu ketauan olehnya.”
“Terus, ibu dimarahi nenek ya?” tanya saya penasaran.
“Nggak, justru nenek malah memeluk ibu. Dia mendoakan kelak, kalau ibu mencari uang, hasilnya uang pecahan ribuan, bukan seperti nenek yang dapat pecahan Rp. 5 dan Rp. 10,” terang ibu sambil tersenyum mengenang nenek.
Dari cerita ibu, saya berpikir dahsyat sekali doa orang tua untuk anaknya. Hal ini memang terbukti. Saat ini, Ibu berjualan beberapa perlengkapan sekolah dan makanan ringan. Dan hasilnya tak jauh beda dengan apa yang diucapkan oleh nenek.
BACA JUGA: Doa Ibu itu Mampu Menembus Langit
Saya pikir, saat nenek berbicara, ia tidak akan tahu bagaimana zaman akan bergulir. Terlepas dengan kondisi perubahan ekonomi yang menyebabkan nilai uang menjadi berubah.
Bayangkan, bila nenek langsung marah dan tanpa sadar mengeluarkan kata-kata yang tak semestinya saat melihat ibu mengambil uang secara diam-diam, tentu itu pun akan menjadi doa. Maka, benarlah, ucapan seorang Ibu itu adalah doa, jadi dalam kondisi apa pun, seorang Ibu haruslah bisa meredam emosinya dan mendoakan anaknya. []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word