YUSUF, seorang pemuda asal Guinea rela hidup bertemankan sampah demi bertahan hidup. Tiap hari Yusuf mengambil makanan dari tempat pembuangan sampah warga Maroko. Ia adalah salah satu dari banyak anak muda yang mengais-ngais untuk bertahan hidup sambil memimpikan kehidupan di dekat Spanyol.
“Ibu saya akan sedih jika dia melihat ini. Kami sedang mengalami masa yang sangat sulit. Tidak ada pekerjaan, kami makan dari tempat sampah, kami tidak punya pilihan,” kata pemuda berusia 20 tahun itu.
Sampah-sampah berbau busuk itu berada di perbukitan di atas Fnideq, sebuah kota tepi laut yang tidak jauh dari tempat Raja Maroko, Raja Mohammed VI menghabiskan liburannya.
Wilayah Spanyol Ceuta berada di cakrawala, itu adalah pemberhentian terakhir bagi ribuan migran dari Benua Afrika yang telah menghabiskan berbulan-bulan atau bertahun-tahun untuk mencoba menjangkau Eropa.
Yusuf telah mencoba untuk menerobos perbatasan Ceuta berkali-kali selama lima tahun di Maroko, setelah ia melakukan perjalanan panjang yang membawanya melalui Mali dan Aljazair.
“Setiap orang di sini memiliki impian mereka, untuk belajar, bekerja, bermain sepak bola. Saya bermimpi belajar di Spanyol,” kata Youssouf, sementara teman-temannya menggali sampah dengan beliung.
BACA JUGA: Aljazair Anggap Ratusan Ribu Pengungsi Afrika Tamu
Fintor, pemuda 22 tahun dari Mali, juga ingin mencapai Spanyol. Ia bermimpi menjadi pemain sepak bola.
“Melakukan ini membuat kami merasa malu. Keluarga kami tidak tahu bahwa kami melakukan ini,” katanya tentang makanan mereka.
Sebelum mencoba peruntungannya di Maroko, ia menghabiskan beberapa bulan di Libya, tapi ia tidak memiliki sarana untuk membayar penyeberangan ke Eropa.
Youssouf dan teman-temannya berulang kali mencoba menerobos kawat berduri yang mengelilingi Ceuta.
Lebih dari 6.000 orang berhasil menyeberang ke Spanyol lewat darat tahun lalu, sementara hampir 3.000 orang melakukannya pada 2018.
Salah satu yang berharap mengikuti jejak mereka adalah Aboubakar, yang tinggal di hutan dekat pagar perbatasan Ceuta.
Abubakar masuk tiga kali dan kemudian petugas membuangnya kembali.
BACA JUGA: Soal Agama, Begini Pandangan Pemuda Maroko
“Tetapi saya tetap tenang,” kata pemuda Guinea yang berusia 18 tahun itu, tangannya yang terluka merupakan bukti upayanya yang gagal.
Sementara dia bersembunyi dan menunggu, Abubakar sudah berpekan-pekan tanpa mandi.
“Ini tidak baik untuk kesehatan saya, tetapi saya tidak punya pilihan lain. Saya harus melewati ini,” katanya.
Menurut data resmi PBB, lebih dari 22.000 orang melakukan penyeberangan pada tahun 2017, sementara sejauh tahun ini lebih dari 15.000 telah mencapai Spanyol melalui laut.
Jumlahnya kini sebanding dengan Italia, yang tahun ini telah menyaksikan hampir 17.000 orang tiba, sementara hampir 14.000 telah berhasil mencapai Yunani melalui laut, menurut data UNHCR.
Semua opsi menimbulkan risiko, yaitu tenggelam, pelecehan oleh penyelundup atau bahkan penculikan.
Sebuah operasi Europol yang dirinci bulan lalu menemukan adanya jaringan perdagangan yang menyelundupkan lebih dari 100 anak dari Maroko ke Spanyol, yang masing-masing ditarif 2.000 hingga 8.000 euro (2.350- 9.400 USD).
Lembaga penegak hukum Uni Eropa itu mengatakan, geng kedua menculik para migran muda dan memaksa keluarga mereka di Maroko untuk membayar 500 euro demi pembebasan mereka.
Departemen Luar Negeri AS dalam laporannya baru-baru ini menemukan migran gelap “sangat rentan terhadap perdagangan di Maroko.” Ada kurangnya langkah proaktif untuk mengadili pedagang manusia atau mengidentifikasi korban mereka. []
SUMBER: MINANEWS | REUTERS