Oleh: Savitry ‘Icha’ Khairunnisa
Kontributor Islampos, Tinggal di Norwegia
BARUSAN anak saya pulang dalam keadaan sedikit kebasahan di tengah gerimis. Sambil meletakkan jaket, sepatu dan tas di tempat masing-masing, dia mulai berceloteh.
“Aku hari ini pulangnya agak telat, ya, menurut Bunda?”
“Iya. Emang kenapa, Fatih?”
“Tadi aku balik lagi ke sekolah. Sebastian dipukul adiknya sampai hidungnya berdarah. Mungkin adiknya gak sengaja. Tapi Sebastian nangis.”
BACA JUGA:Â Miliki Teman Non-Muslim, Bagaimana Kita Bersikap?
“Trus Fatih ngapain?”
“Ya, aku nolongin, nenangin dia. Ngajak Sebastian kembali ke toilet sekolah untuk ngeringin darah di hidung dan mulutnya.”
“Trus, darahnya berhenti? Sebastian ditolongin guru, gak?”
“Iya, ditolongin. Trus aku temenin dia pulang. Makanya aku sampe rumah agak telat”.
“…”
Aku cuma bisa senyum sambil memeluk dia. Kemarin tangannya dibalut perban di sekolah karena sempat sedikit cedera akibat salah manjat. Johannes, teman sekelasnya, yang melapor ke guru supaya merawat luka Fatih.
Hari ini giliran anakku yang membimbing temannya untuk mendapat P3K dari guru di sekolah.
Ini namanya “Pay It Forward” – Teruskan kebaikan yang kita terima. Begitu seterusnya.
BACA JUGA:Â Amalan Untuk Menolong Orang yang Meninggal Dunia
Ini kesimpulanku.
Aku memang suka menarik benang merah dari kejadian sehari-sehari seperti ini.
Sudah, gitu aja ceritanya. []