SUATU hari, sepasang suami istri sedang menikmati semilir angin dan indahnya suara gemercik air kolam di taman. Bercerita tentang masa muda, harapan keluarga ke depan, dan sebagainya.
Di tengah pembicaraan, sang suami mengubah topik obrolan yang tadinya sambung-menyambung, menjadi terpusat tentang ‘Poligami’. Sang suami mengawali dengan pertanyaan, “Kira-kira apa yang ada di pikiranmu tentang poligami?”
BACA JUGA: Ya Silahkan Ibu, Apa yang Mau Ditanyakan?
“Gak, apa-apa… Biasa saja, toh dalam Al-Qur’an juga ada tentang itu, kan ya?” jawab istri sambil tersenyum.
“Mmm iya, kalau begitu, kamu setuju dengan yang namanya poligami?” tanya kembali sang suami.
“Ya… Mamah setuju-setuju saja,” jawab istri.
“Hah, yang betul, Mah?” kata sang suami sambil keheranan.
BACA JUGA: Karena Kebahagiaan Ibu, InsyaAllah Jadi Kebahagiaan Saya Juga
“Emang kenapa, yah?” tanya balik sang istri.
Suami menjawab sambil tersenyum, “ah… Tidak-tidak.”
“Iya, setuju-setuju saja tentang itu,” jawab istri.
“Asal… Jangan mamah saja, yang dipoligami,” lanjut istri sambil tersenyum. []
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُوا….
“Nikahilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi masing-masing dua, tiga, atau empat—kemudian jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil, kawinilah seorang saja—atau kawinilah budak-budak yang kalian miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat pada tindakan tidak berbuat aniaya” (QS an-Nisa’ [4]: 3).
SUMBER: INSPIRADATA