HANTAMAN itu mengenai salah satu sisi wajah beliau ï·º. Dengan helm baja bertali rantai, benturan keras itu melesakkan cincin-cincin besinya ke dalam pelipis. Dari ujung bibir meleleh pula darah, sebab memar di pipi rupanya hanya tampak luar dari pukulan yang telah memecahkan gigi di dalam rongga mulutnya.
Wajah mulia itu meringis merasakan sakit.
Beberapa sahabat memapahnya menepi. Nun di tengah pertempuran, sebuah jasad agung lain yang seperawakan dengan beliau ï·º rubuh. Panji-panji itu akhirnya jatuh. Lelaki pembuka dakwah bagi Tanah Hijrah itu menuntaskan baktinya. Ketika Ibn Qumai’ah dengan bertubi menyambarkan pedangnya ke tangan kiri, lalu tangan kanan, lalu leher hingga dadanya, lisan Mush’ab tak terjeda dari membaca ayat, “Wa maa Muhammadun illa Rasuul… Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang Rasul. Telah berlalu sebelum dia para Rasul. Apakah jika dia mati atau terbunuh kalian akan berbalik ke belakang?”
Dan seiring telungkup jasad Mush’ab ke bumi, berteriaklah si durjana, “Aku telah membunuh Muhammad!”
Di hari itu, Hamzah dilembing dengan culas dari belakang dan dicabik dadanya. Lalu wanita berdendam itu mengunyah jantungnya. Tak jauh darinya, justru seperti doanya semalam yang diaminkan Sa’d ibn Abi Waqqash, ‘Abdullah ibn Jahsy juga tumbang. Telinga dan hitungnya dipotong, perutnya dibedah, dan isinya dikeluarkan oleh tangan keji berbenci.
Musuh berhamburan datang ke arah kekasih Allah itu. Maka Abu Thalhah dan Sa’d ibn Abi Waqqash terus membidik, hingga busur patah, dan semua diminta menyerahkan panah mereka pada keduanya. Thalhah sang perisai sudah mandi darah. Dan inilah Abu ‘Ubaidah ibn Al Jarrah mendekat, menggunakan giginya untuk mencabuti 3 cincin besi yang menyerikan pelipis beliau. Tiap kali ada yang tercabut, gigi Abu ‘Ubaidah turut patah.
Malik ibn Sinan Al Khudzri melihat luka Sang Nabi ï·º masih mengucurkan darah. Dia mendekat, dan sembari merangkul, dia sesap rembesan cairan merah dari lubang di wajah itu.
“Muntahkan wahai Malik!”, perintah beliau ï·º.
Malik menggeleng. Hingga tiga kali Rasulullah ï·º menyuruhnya dan Malik menolak, bahkan terdengar glek yang membuat semua tahu bahwa darah itu telah ditelannya. “Betapa bahagianya aku Ya Rasulallah, karena ada darahmu mengalir dalam diriku.”
“Siapa yang ingin melihat penduduk surga”, begitu beliau ï·º bersabda dengan berkaca-kaca, “Maka lihatlah lelaki ini.” Nyaris ambruk karena bahagia mendengarnya, Malik kembali menguatkan diri dan berlari maju ke medan tempur. Lelaki beruntung itu menjemput syahidnya, gugur tak berselang lama kemudian. []