BOGOR—Kegiatan Sekolah Kebudayaan dan Kemanusiaan Ahmad Syafii Maarif telah bergulir tiga hari dari sepuluh hari yang telah diprogramkan. Sejumlah narasumber yang telah hadir menyampaikan pikiran-pikirannya. Di antaranya adalah Buya Ahmad Syafii Maarif, yang gagasan, ide dan sikap moral-spiritualnya menjadi inspirasi utama dalam kegiatan Sekolah Kebudayaan dan Kemanusiaan ini.
Dalam paparannya kepada para peserta, Buya Syafii menyampaikan bahwa bangsa ini dibangun di atas fondasi kebinekaan. Namun demikian kebinekaan dan perbedaan harus menjadi modal utama untuk persatuan bangsa ini.
Buya menegaskan, “Mari kita bicara perbedaan. Tapi jangan rusak perumahan kemanusiaan dan rumah kebangsaan”. Ini artinya semangat perbedaan harus mampu menyatukan dan mengutuhkan bangsa ini.
Oleh karena itu, Buya ingin agar semua anak bangsa harus mengembangkan sikap terbuka, inklusif, dan memberi solusi terhadap masalah-masalah besar bangsa dan Negara. Antar berbagai elemen kebangsaan dan kemanusiaan yang beragam ini harus ditanamkan budaya berlomba dalam kebaikan. Al-Quran memberikan solusi dalam mengelola perbedaan maka harus dikembangkan fastabiqul khairat, compete in goodness.
“Ketika Islam diaplikasikan dalam konteks keindonesiaan maka akan memunculkan sebuah Islam yang ramah, terbuka, inklusif, dan mampu memberi solusi terhadap masalah-masalah besar bangsa. Islam membutuhkan sarana sejarah untuk mewujudkan cita-cita moralnya yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Sarana itu tidak lain adalah Negara,” kata Buya, Selasa, (24/7/2018).
Buya berharap, agar kegiatan Sekolah Kebudayaan dan Kemanusiaan ini, bisa menciptakan ruang epistemik baru dan melahirkan para kader penjaga keutuhan bangsa, penjaga nilai-nilai kemanusiaan yang memiliki sikap inklusif, toleran, moderat serta berpihak pada kemanusiaan dan keindonesiaan yang bineka. []