KALAU nenekku masih perawan, jelas itu bukan istri kakekku. Meski status nenekku jelas sudah tidak perawan, setidaknya jelas siapa suaminya. Jadi patut berbangga karena keperawanannya sewaktu muda diberikan kepada lelaki yang menikahinya. Apalagi dulu, beliau menikah karena dijodohkan sehingga tanpa melalui proses pacaran ini membuatku bertambah bangga.
Hal ini disebabkan, saat usia pernikahan mereka sudah mencapai 50 tahun lebih, saat kutanya apa rahasianya bisa bertahan selama itu padahal dulu saat menikah belum saling mengenal lebih jauh, beliau menjawab, “Sesudah menikah, nenek belajar mengenal kakek demikian pula sebaliknya, melalui proses ini kami saling menumbuhkan cinta, sehingga semakin hari cinta kami semakin tumbuh, bukan semakin berkurang sebab begitu banyaknya yang belum kami ketahui menjadi jalan untuk memahami kebaikan berumah tangga itu saling menyempurnakan satu sama lain.”
Jadi rahasia keutuhan rumah tangga itu sederhana, “Selalu ada kejutan-kejutan yang dihadirkan dari proses pergaulan kecintaan.” Maksudnya begini, kalaulah sebelum menikah nenek dan kakekku sudah pacaran, barangkali tidak ada kejutan-kejutan yang bisa menimbulkan romantisme lagi. Contohnya tanpa sepengetahuan kakekku, nenek memasak terong, ternyata kakek tidak suka. Lalu kakek berkata, “Mas nggak suka makan terong, sayang,” dengan rasa terkejut nenek menjawab, “Aduh, maaf ya sayang. Aku nggak tahu, terima kasih sudah memberitahuku.”
Lalu keduanya tersenyum, berpikir ini adalah proses saling mengenal dan menumbuhkan semangat mencinta dan dicinta. Beda dengan kalau sudah pacaran, cenderung berkata, “Sudah lama pacaran, masih saja tidak tahu makanan kesukaanku, jadi selama kita pacaran dirimu itu tahunya apa?” Lalu dijawab, “Maaf, aku lupa kalau dirimu nggak suka makan terong.” Pasti berbeda sekali, karena segala yang tidak disukai sudah dianggap diketahui selama pacaran, sehingga tak ada alasan untuk memasak hal-hal yang tidak disukai.
Bicara soal keperawanan, baru-baru ini Komisi Nasional Perlindungan Anak (KOMNAS PA) membuat survey dengan jumlah responden 4700 remaja SMP/SMA di 17 kota besar. Berdasarkan hasil survey, terungkap bahwa 62.7% remaja SMP/SMA mengaku sudah pernah melakukan hubungan seks pranikah alias sudah tidak perawan. Yang lebih mencengangkan lagi, sebanyak 21.2% dari siswi-siswi tersebut pernah melakukan aborsi secara ilegal.
Aduh! gawat, remaja putri yang demikian ternyata ‘status tidak perawannya’ lebih rendah daripada nenekku. Belum juga menikah dan jadi nenek-nenek sudah tidak perawan, apa kata dunia? Tragis! Bisa jadi itu jawabnya, sebab itu jangan heran saat ada wacana tes keperawanan sebelum masuk Tentara Nasional Indonesia (TNI) banyak yang ribut. Menyatakan itu tidak manusiawi, padahal justru dengan adanya tes tersebut pihak TNI berupaya memanusiakan manusia. Kalau masih merasa manusia, harusnya sadar bahwa keperawanan itu mesti dijaga. Tidak diobral kepada pacar dengan sebegitu mudahnya, karena kalau sudah demikian apa bedanya manusia dengan margasatwa.
Kalau keperawanannya itu disebabkan karena kekerasan seksual, atau terjatuh hingga rusak selaput dara, masih bisa membuat surat keterangan dokter disertai keterangan dari orang tua. Tentu pihak TNI dapat memaklumi, namun kalau status tidak perawannya karena pengaruh pacaran, bakal membuat anak gadis menjadi was-was, apalagi kalau sebelumnya mencoba merahasiakan status tidak perawannya pada orang tua bakal ketahuan. Jadi yang diuntungkan juga orang tua, selain itu orang tua juga bakal tau siapa lelaki yang dengan bejatnya sudah menghilangkan keperawanan anaknya sebelum menikah. Apabila itu pacarnya bakal dituntut meski sembunyi di manapun.
Sekadar saran, jangan malu disebut perawan tua dengan catatan masih perawan, daripada menikah muda karena lebih dahulu tidak perawan, atau yang lebih parah sudah tua dan sudah tidak perawan tetapi belum menikah. Satu lagi yang sangat lebih memprihatinkan, apabila masih berusia belasan tahun tetapi ‘status tidak perawan-nya kalah sama nenekku, ini sangat-sangat memalukan sekaligus menyedihkan. []