Oleh: Lisa Budiarti
Pegiat Dakwah Remaja
PERNIKAHAN dini kembali viral di media sosial. Masyarakat digemparkan dengan pemberitaan pembatalan pernikahan yang dilakukan oleh dua orang remaja asal Kabupaten Tapin Kalimantan Selatan. Pasalnya kedua mempelai masih dibawah umur, mempelai laki-laki berusia 15 tahun dan mempelai wanita berusia 14 tahun. Hal ini tidak sesuai dengan batasan umur yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam revisi Undang-undang No 1 tahun 1974 ditetapkan bahwa usia minimal untuk perempuan 20 tahun dan untuk laki-laki 22 tahun.
Kasus pernikahan dini memang sudah marak akhir-akhir ini. Banyak alasan yang mendasarinya mulai dari adat setempat, hamil diluar nikah, menghindari zina dan pemaksaan oleh orang tua. Dari sekian banyak motif yang perlu jadi perhatian khusus adalah menikah sebab terlanjur hamil diluar nikah.
Badan Peradilan Agama mencatat sebanyak 11.774 anak Indonesia melakukan pernikahan dini pada tahun 2014. Penyebab utamanya adalah hamil di luar nikah.
Angka tersebut masih dinilai tinggi oleh para aktivis perempuan dan anak. Manajer Riset Dan Training Center Rifka Annisa, Saeroni mencatat tren pernikahan dini terus naik, begitu juga dengan angka perceraian. Pada 2014, ada 254.951 gugat cerai dan 106.608 cerai talak. (cnnindonesia.com ).
Nikah dini atau nikah dulu?
Dalam Islam tidak ada istilah menikah dini. Sebab batasan boleh atau tidaknya seseorang membangun rumah tangga bukanlah usia dewasa seperti standar pemerintah sekarang melainkan kemampuan untuk membangun rumah tangga. Jadi usia berapapun jika sudah mampu maka diperbolehkan untuk menikah.
Sayangnya di sistem kehidupan kapitalis sekuler seperti sekarang banyak terjadi pernikahan dini justru disebabkan oleh ketidaksiapan calon pengantin. Gaul bebas menjadi faktor penyebab terjadinya pernikahan dini sehingga pernikahan yang tujuannya menyelamatkan dari zina justru menjadi penghalang remaja untuk meraih sukses. Sekulerisme telah menjangkiti remaja muslim hari ini, pacaran dianggap hal yang lumrah sehingga menjerumuskan remaja kedalam seks bebas. Akibatnya kehamilan yang tidak di inginkan, dimana pada akhirnya akan memilih jalan menikah dini atau aborsi.
Sungguh miris, masa muda yang seharusnya di isi dengan menuntut ilmu dan berkarya justru dihabiskan untuk bermaksiat. Gaya hidup bebas, hedonis dan materialistik membuat kerusakan remaja kian mengkhawatirkan parahnya hal ini justru legal dikampanyekan melalui media, sistem pendidikan dan dicontohkan oleh publik figur. Sehingga salah dalam penyaluran gharizah na’u (nalur ketertarikan dengan lawan jenis). Pacaran dan free seks menjadi jalan pintas untuk melampiaskan nafsu dari dorongan gharisah na’u ini. Akibatnya kehamilan tak terhindarkan.
Islam tidak melarang seseorang untuk jatuh cinta dengan lawan jenis sebab itu memang fitrah manusia. Jalan satu-satunya untuk menyalurkannya adalah dengan menikah.
“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng).” (HR. Bukhari)
Islam hanya mengenal menikah dulu, bagi orang-orang yang mampu untuk menjalankan sunah Rosul dan menyempurnakan separuh agamanya. Karena dengan menikah seseorang akan terhindar dari zina dan akan membawa ketentraman dalam hidupnya.
Maka sesuatu yang ambigu jika di satu sisi pemerintah melarang pernikahan dini namun tidak melarang wasilah-wasilah yang menghantarkan pada zina dini. Apakah menikah di usia muda lebih hina dibandingkan zina? Wallahu’alam bis shawab. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.