Oleh: Muhammad Satria Andhika
MENCOBA memberikan sedikit pandangan tentang banyak hal yang terjadi disekitar kita. Dimana kewajiban kita adalah nahi munkar, sesuai kapasitas diri kita, bukan mem-bully.
Apa bedanya membully dan nahi munkar?
1. Tujuan nahi munkar adalah menghilangkan kemungkaran tersebut. Sedangkan membully tujuannya meluapkan hasrat menghina dan merendahkan orang lain.
BACA JUGA: Benahi Hati Aja Dulu, Nanti Jodoh…
2. Cara dalam bernahi munkar. Jika kemunkarannya terbatas, maka dilakukan empat mata tanpa perlu diekspos ke publik. Jika kemunkarannya meluas dan dilakukan terang-terangan, juga tidak diberikan kesempatan untuk mengingatkan secara personal, bisa di depan publik. Namun tetap dengan batasan, yaitu dengan adab yang baik dan sesuaikan dengan kapasitas diri. Jika belum cukup ilmunya, maka diam adalah lebih baik. Sedangkan membully, apapun bisa dilakukan untuk melampiaskan hasrat mem-bully.
3. Nahi munkar fokus mengingatkan atau menasehati sisi kemungkaran pelaku. Sedangkan membully, karena tujuannya memang mencela, maka hal-hal yang tidak ada hubungannya pun akan diangkat, semisal kekurangan fisik, bahasa tubuh, dll.
Nahi munkar itu fardhu kifayah, bahkan fardhu ‘ain pada keadaan tertentu. Sedangkan membully itu termasuk kemungkaran.
Bagi yang bermudah-mudahan berkomentar dengan diksi menghakimi dan mencela, seakan sedang mengukir bumerang untuk kelak dilemparkan kepada dirinya. Bukan hanya dirinya, bumerang itu akan mengenai semua yang ada di barisannya.
Maka saudaraku, jika memang belum berkadar ilmunya, belum layak menyampaikan bantahan dengan adab yang baik, hendaknya kita memakai “baju” yang cocok dengan ukuran tubuh kita.
BACA JUGA: Jangan Pernah Tunda Kebaikan
Saya pikir, tawadhu akan mengangkat pemiliknya tanpa diminta. Dan takabbur akan menghinakan pemiliknya kendatipun ia bersungguh agar tidak terhina.
Masing-masing sudah ada bagian atau ranahnya, tidak semua orang punya tugas menjelaskan penyimpangan. Juga, menjelaskan penyimpangan itu dengan ilmu dan hujjah, bukan dengan memperolok dan mencela pribadinya.
Diingatkan, bahwa penyimpangan terbesar adalah kekufuran. Siapapun saudara kita Muslim, ia tetap memiliki nilai yang besar,maka perlakukanlah ia dengan adil.
Bukankah terhadap orang kafir saja kita tetap diperintahkan berlaku adil? Apalagi kepada saudara se-iman. Umat Islam harus memiliki sikap inshof, dan untuk mencapai sikap ini, kita perlu memiliki kebersihan hati dan bersedia memandang secara jernih dan adil. Hadaanallah wa iyyakum ajma’in. []