SELAKU manusia yang tidak jauh dari kesalahan, kita dituntut untuk sangat berhati-hati dalam menentukan pilihan dalam memilih pemimpin. Terutama dalam memilih Kepala Negara (Presiden) dengan memperhatikan petunjuk Allah. Dalam Islam, akidah merupakan syarat utama yang harus diperhatikan dalam memilih seorang pemimpin. Pilihlah pemimpin yang seakidah dan memenuhi kriteria seorang pemimpin sehingga dapat menjaga akidah dan agama umat Islam.
Allah SWT juga mengharamkan umat Islam dipimpin oleh pemimpin kafir karena bukan tidak mungkin, mereka justru bukan mensejahterakan rakyat, tapi malah merampas dan mengeksploitasi kekayaan rakyat untuk kepentingan kaum kafir internasional sebagai sohib dan tuan-tuan mereka. Bagi umat muslim, ada beberapa kriteria yang tidak boleh dipilih sebagai pemimpin dalam konteks apapun. Yaitu kafir, termasuk berbagai aliran sesat serta seorang muslim yang memiliki ideologi sekuler, tidak memihak kepada kaum muslimin, apalagi yang jelas-jelas memihak kaum kafir.
BACA JUGA: Menjadi Pemuda yang Tumbuh dalam Naungan Islam
Tentu, sebagian masyarakat akan mengatakan bahwa hal ini rasis, tidak toleran, dan berbagai alasan lainnya yang membolehkan memilih pimpinan dari dua golongan tersebut. Seperti Firman Allah SWT,
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu), sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. al-Maidah: 51).
Dari ayat tersebut dapat kita mengambil suatu pelajaran bahwa ketika pemimpin itu berasal dari satu golongan, maka dia akan berusaha meningkatkan keuntungan bagi golongannya tersebut. Memberi kesempatan kaum kafir untuk berkuasa sama saja dengan berperan dalam mendorong kemunduran umat Islam. Dengan pimpinan yang tidak muslim, tidak akan ada lagi aturan halal-haram, terlebih jika penguasa itu di-back up oleh kaum kapitalis. Pikirannya cuma bagaimana caranya balik modal, dan tidak mempedulikan rakyat kecil.
Pilihlah pemimpin yang mengajak bertaqwa kepada Allah dan jangan memilih pemimpin yang mendorong bermaksiat kepada-Nya, meskipun ia keluarga kita. Karena dalam Islam, memilih pemimpin juga merupakan bagian dalam kehidupan beragama. Logika sederhananya, kalau kita umat beragama, harusnya dipimpin oleh pemimpin yang beragama pula, kan? Tentu lebih utama yang baik agamanya dibandingkan dengan umat yang akan dipimpin nantinya agar bisa membawa rakyatnya menjadi lebih baik dalam segala bidang. Jangan sampai kita umat Islam salah memilih tokoh yang nantinya malah berdampak buruk bagi rakyat. Memilih pemimpin bukanlah sekedar berdasarkan popularitas, suku, penampilan, atau hal-hal duniawi lainnya.
BACA JUGA: Menjadi Pemimpin yang Hakiki
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mena’ati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). (QS. al-Ahzab: 67).
Kesalahan dalam memilih pemimpin dapat menyebabkan penyesalan di kemudian hari, Imam al-Ghazali dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin juz II mengatakan, “Sesungguhnya, kerusakan rakyat disebabkan oleh kerusakan para penguasanya. Kerusakan penguasa disebabkan oleh kerusakan ulama. Kerusakan ulama disebabkan oleh cinta harta dan kedudukan. Barangsiapa dikuasai oleh ambisi duniawi, ia tidak akan mampu mengurus rakyat kecil, apalagi penguasanya. Allah-lah tempat meminta segala persoalan”.
Mari kita berikhtiar bersama-sama memilih Presiden dan Wakil Presiden Indonesia yang benar-benar ulil amri dari kalangan para tokoh umat yang selalu dekat dengan agama dan segala ketentuan Allah. Sehingga menjadi negara yang berkah dan dilindungi oleh Allah SWT. Aamiin. []
SUMBER: DAKWATUNA