Oleh: Henny Ummu Ghiyas Faris
Penulis Buku Antologi “The True Hijab”
DUNIA anak zaman now sedang menjadi pusat perhatian, beberapa hari ini kita dibuat resah oleh Momo Challenge. Momo Challenge ini tengah ramai dikritisi karena dianggap membahayakan.
Apa itu Momo Challenge?
Dikutip dari lifestyle.okezone.com, 4/8/2018 baru-baru ini muncul sebuah tantangan yang tersebar di WhatsApp bernama Momo Challenge dan diperuntukkan untuk gadis berusia 12 tahun. Tantangan ini tergolong berbahaya dan polisi di sejumlah negara telah menyatakan keprihatinannya. Alasannya karena tantangan ini mengajak seseorang untuk bunuh diri. Hampir mirip dengan Blue Whale Challenge yang sempat viral dan mengkhawatirkan beberapa waktu lalu.
Momo adalah nama akun media sosial yang kehadirannya ada di jaringan seperti WhatsApp, Facebook, dan YouTube. Menurut Unit Investigasi Kejahatan Komputer di negara bagian Meksiko, Tabasco, permainan dimulai di Facebook. Para pengguna ditantang untuk berkomunikasi dengan nomor yang tidak diketahui. Kemudian Momo akan menanggapi panggilan dengan gambar kekerasan sambil memberikan perintah. Bila pemain menolak untuk mengikuti perintah permainan, maka dirinya bisa merasa terancam.
Selain itu, avatar yang digunakan oleh permainan ini adalah gambar seorang wanita dengan struktur aneh dan mata melotot. Gambar yang terlihat menyeramkan ini merupakan karya dari seniman Jepang, Midori Hayashi. Akan tetapi, seniman itu tidak terkait dengan permainan. Hanya gambarnya saja yang digunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab.
Menurut Rodrigo Nejm dari LSM Brazil, Safernet, hingga saat ini belum jelas persebaran Momo Challenge. Namun ada laporan yang mengatakan bila tantangan ini terjadi di Meksiko, Argentina, Amerika Serikat, Perancis, dan Jerman. Selain itu, ada kemungkinan permainan ini merupakan bentuk umpan yang digunakan para penjahat untuk mencuri data dan memeras orang di internet.
Dikutip dari liputan6.com (6/8/2018) Fox News melaporkan, seorang gadis berusia 12 tahun bunuh diri di distrik Escobar, di kota Ingeniero Maschwitz karena berhubungan dengan tantangan itu. Gadis itu tewas dengan menggantung dirinya di pohon halaman belakang rumahnya. The Buenos Aires Times melaporkan, ia merekam aksinya di smartphone sebelum bunuh diri.
Sedangkan menurut YouTuber ReignBot, sulit untuk mengikat Momo ke satu pengguna WhatsApp. Alasannya karena nomor telepon yang tidak diketahui dalam permainan ini terhubung ke setidaknya tiga nomor telepon di Jepang, Kolombia, dan Meksiko. Bagi mereka yang mencoba menghubungi nomor itu biasanya tidak mendapatkan jawaban.
Kalaupun mereka berhasil mendapatkan jawaban kemungkinan besar dihadapkan pada penghinaan, implikasi orang yang dihubungi mengetahui informasi pribadi, dan gambar yang paling mengganggu atau menyeramkan. Oleh karenanya Polisi Nasional Spanyol telah memperingatkan agar masyarakat terutama anak-anak lebih baik untuk mengabaikan tantangan tidak masuk akal yang tersebar di WhatsApp. Demikian seperti yang dilansir dari The Sun, Sabtu (4/8/2018).
Akar Masalah
Dari paparan diatas, duh menyeramkan momo challenge ini, Sedemikian parah efeknya. Momo Challenge ini adalah dampak dari merebaknya sistem ‘kebebasan yang kebablasan’ yaitu sekuler-liberal yang semakin merajalela. Ini membuktikan pada kita bahwa peradaban yang datangnya dari Barat tidak sedikitpun membawa kebaikan. Justru malah memberikan ruang kepada generasi muslim untuk berada dalam kubangan kehinaan dan kehancuran.
Ada kode etik dalam setiap jenis aktivitas manusia. Tidak bisa atas nama kebebasan, orang berbuat semaunya sendiri. Masalahnya, karena peradaban Barat adalah peradaban tanpa wahyu Allah Subhanahu Wa Ta’aala, maka peraturan yang mereka hasilkan tidak berlandaskan pada wahyu, tetapi pada kesepakatan akal manusia. Karena itu, sifatnya menjadi nisbi, relatif, dan fleksibel. Bisa berubah setiap saat, tergantung kesepakatan dan kemauan manusia.
Paham kebebasan sekuler-liberalis dalam berbagai bidang, memang semakin gencar dicekokkan kepada masyarakat Indonesia. Kaum Muslim Indonesia kini dapat melihat, bagaimana destruktif dan jahatnya paham ini.
Jika momo challenge ini dianggap sebagai kreativitas, dan dijadikan sebagai standar nilai, maka akan terjadi kekacauan hidup. Siapa yang menentukan kreativitas itu baik atau buruk? Apakah semua kreativitas adalah baik? Tentu saja tidak. Inilah saat ini yang sedang gencar masuk alam pikiran keluarga dan anak-anak kita semua. Kreativitas memang penting tapi harus yang edukatif, dan kebenaran nilai-nilai Islam adalah sesuatu yang pasti yang harus ditunaikan oleh seluruh ummat manusia.
Apa yang harus kita lakukan?
Perkembangan internet membuka akses seluas-luasnya bagi semua pihak untuk dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi tersebut dengan mudah, murah dan cepat, tak terkecuali anak-anak dan remaja. Canggihnya dunia digital sekarang, setiap alat teknologi yang dibuat akan memiliki dua akibat yaitu buruk dan baik.
Di sisi lain, tidak semua pengguna internet mempunyai niat yang baik dan ini sudah terbukti dari data yang ada yang menggambarkan internet dipakai untuk menipu, mengiming-imingi dan akhirnya digunakan untuk me-trafik anak maupun remaja putri untuk tujuan yang tidak baik.
Ironinya, banyak orangtua yang tidak melek internet. Kurangnya pengawasan dan kepekaaan dari orangtua menjadi salah satu faktor penyebab perilaku anak di dunia maya tidak terbendung. Kesalahan yang sering dilakukan orangtua, yaitu memberi kebebasan dalam mengakses jejaring sosial tapi tidak dibekali arahan dan pemahaman manfaat dan madharat-nya (pemahaman tentang hal-hal yang dihalalkan dan yang diharamkan Syara’).
Dari paparan di atas, anak-anak adalah sasaran utama dari bentuk-bentuk kejahatan online (termasuk momo challenge) tanpa pengawasan dari orangtua yang cenderung “gaptek”. Di sinilah peran orangtua yang ikut mengawasi dan memberikan batasan-batasan penggunaan media online, seperti handphone, tablet, komputer, dan sebagainya.
Untuk memerangi seluruh kejahatan online yang mampu membahayakan tumbuh kembang anak, mengancam keselamatan masyarakat, siapa pun mereka, apakah anak-anak di bawah umur maupun orang dewasa.
Untuk itu diperlukan solusinya yang komprehensif dan membutuhkan mekanisme sistem yang integral. Dalam hal ini tidak bisa hanya diserahkan pada peran orangtua,sekolah/guru dan lingkungan. Semua pangkalnya adalah sistem kebijakan negara. Unsur negara harus menjadi garda terdepan dalam memerangi kejahatan online. Wallahul Musta’aan ilaa Aqwaam at-Thariiq. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.