ABU Uqail dengan nama lengkapnya Abu Uqail Abdurrahman bin Abdullah, adalah seorang sahabat dari kalangan Anshar. Ia ikut serta dalam perang badar bahkan ia mengikuti peperangan hingga masa kekhalifahan Abu Bakar as-Shiddiq. Ia syahid dalam perang Yamamah.
Perang Yamamah berkobar. Perang ini terjadi guna menumpas nabi palsu yaitu Musailamah al-Kadzdzab. Banyak kaum muslim yang mengikuti kesesatan Musailamah al-Kadzdzab. Hal ini jelas tidak bisa dibiarkan sehingga umat Muslim perlu menumpas Musailamah al-Kadzdzab beserta pengikutnya.
Musailamah al-Kadzdzab muncul setelah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, wafat. Ia muncul ketika masa kekhalifahan Abu Bakar as-Shiddiq.
BACA JUGA: Usamah bin Zaid, Panglima Perang Termuda
Bendera kaum Muhajirin dipegang oleh Salim maula Abu Hudzaifah. Bendera kaum Anshar dipegang oleh Tsabit bin Qais bin Syammas. Pasukan kaum Muslimin merangsek maju hingga naik. Pertempuran sengit melawan si nabi palsu, Musailamah al-Kadzdzab pun terjadi.
Pasukan Muslimin dari kabilah Arab selain Muhajirin dan Anshar dipukul mundur oleh pasukan musuh. Melihat hal ini, kaum Muslimin yang lain bergerak membantu.
Seorang prajurit Anshar bernama Abu ‘Uqail tiba-tiba tersentak saat mendapati sebilah anak panah mengenai antara bahu dan lengan kirinya. Darah mengucur. la menggigit bibir untuk menahan rasa sakit, sembari berusaha mencabut anak panah yang melukainya. Abu ‘Uqail adalah prajurit Muslim yang pertama kali terluka dalam peperangan itu.
“Wahai Abu ‘Uqail, lukamu harus diobati. Pergilah ke kemah kita,” kata prajurit yang lain.
Abu Uqail menurut. Meski panah yang melukainya berhasil dicabut, namun luka-lukanya terus mengeluarkan darah. Tak lama kemudian, pasukan kaum Muslimin terdesak oleh pasukan Musailamah. Terdengar teriakan keras di medan laga untuk mengobarkan kembali semangat jihad, “Wahai kaum Anshar, seranglah musuh sebagaimana kau serang mereka dalam perang Hunain. Majulah ke medan perang! Semoga Allah merahmatimu!”
Mendengar seruan tersebut Abu ‘Uqail segera bangkit. Padahal keadaannya saat itu ia sedang beristirahat di tenda karena lukanya.
“Mau ke manakah engkau, Abu Uqail?” tanya lbnu Umar yang menemaninya dalam kemah.
“Apakah kau tak mendengar mereka memanggilku?” jawab Abu ‘Uqail.
“Mereka memanggil kaum Anshar, bukan memanggil orang yang terluka!”
“Tapi aku adalah kaum Anshar, wahai Ibnu Umar. Aku akan bergabung bersama mereka,” sahut Abu ‘Uqail mantap.
Dalam keadaan terluka, Abu ‘Uqail mengenakan ikat pinggangnya dan menghunus pedangnya. la menerjang masuk ke medan Yamamah. Tangan kiri Abu `Uqail yang terluka rupanya putus dan terjatuh. Sementara tubuhnya terkena banyak luka karena is tak leluasa membela diri. Abu ‘Uqail pun meregang nyawa bersamaan dengan terbunuhnya Musailamah. Mendapati sahabatnya terkulai, Ibnu Umar berlari mendekatinya. Wajahnya memancarkan kesedihan.
BACA JUGA: Khabbab bin Arats, Penjaga Kemah Nabi di Perang Badar
“Abu `Uqail, bertahanlah. Kami akan mengobatimu…!” bisik lbnu Umar.
“Labbaik…,” lirih Abu `Uqail. “Siapakah yang menang?” tanya Abu ‘Uqail.
“Pasukan Allah yang menang,” jawab lbnu Umar. Kemudian Abu ‘Uqail menunjuk ke langit seraya memuji nama Allah. Laki-laki tangguh itu pun syahid dengan iman meluap dalam dada. []
Sumber: 77 Cahaya Cinta di Madinah/ Penulis: Ummu Rumaisha/ penerbit: al-Qudwah Publishing/ Februari, 2015